Selamat datang di KnK Land. Mari menguasai dunia bersama kami. Disini kalian bisa menemukan ratusan postingan berbahaya dari penulis-penulis kami. Selamat menikmati situs yang hidup ini.




Friday, May 11, 2018

Start Point - Chapter 1 : Mulai Gamenya!

Halo semuanya.

Perkenalkan, saya admin baru di sini. Panggil aja saya Izul. Di web KnK Land ini, saya akan mengupload novel saya. Novel ini adalah novel remaja. Dan biasanya disukain sama WIBU  remaja berusia 13 tahun hingga 18 tahun.

Novel ini terinspirasi dari sebuah anime yang berjudul SAO. Yah, emang gak terlalu penting sih, cuma kepengen kalian tau aja.

Yah, untuk terakhir, semoga kalian terhibur dengan membaca novel ini.
Oh ya, ini web novel jadi setiap minggu akan diupload 1 chapter. Mungkin dari kalian ada yang udah pernah baca novel ini di web-web khusus novel lainnya seperti Penana, Storial, dan Wattpad. Jika udah, plis jangan upload spoiler di sini.

Mari hargai semua pembaca yang belum mengetahui cerita keseluruhan dan semoga terhibur dengan novel ini :D

-------------------------------------------------------------------------------

Start Point


"Dimo
Untuk pembuka, kurasa aku akan memperkenalkan diri. Namaku adalah Dimo Ramadhan, aku berumur 15 tahun, seorang pelajar yang tampan. Aku tak mau membicarakan sesuatu hal seperti percintaan dan semacamnya. Bukan karena jiwaku yang jomblo, aku hanya, tak ingin membicarakannya. Kurasa cerita ini agak membosankan, kau tahu, ini hanyalah sebuah cerita tentang seorang remaja dan sebuah permainan. Sebuah permainan yang akan mengubah dunia, titik awal, Start Point.
Malam itu aku terbangun, teringat dengan mimpiku tentangnya. Tubuhku basah karena keringat yang terus mengalir, kantung mataku berlipat-lipat menandakan diriku yang kurang tidur. Akhir-akhir ini, aku terus dihantui oleh mimpi itu, sebuah mimpi yang tak bisa disebut menyenangkan, juga tak bisa disebut menyedihkan. Aku bertanya-tanya kapan ini akan berakhir, namun jawaban yang kucari, tak pernah kutemukan.


Aku bertanya-tanya kapan ini akan berakhir, namun jawaban yang kucari, tak pernah kutemukan
***
Beberapa hari kemudian, disekolah, aku sedang duduk dikelas mendengar musik sambil meminum jus apel. Saat itu setelah sepulang sekolah sehingga keadaan sekolah sangat sepi. Tiba-tiba ada yang menarik earphone yang terpasang di telinga kananku, seorang pengganggu.  Walau setelah dua hari aku tak bertemu dengannya, lagi-lagi dia datang dengan sebuah masalah. Kau tahu, seseorang yang selalu dan selalu mengganggu selama hidup adalah—tak lain dan tak bukan adalah, sahabat.
“Ketemu juga, dari mana saja kau? Aku mencarimu selama dua hari ini tahu.” Dia adalah Zakarya Maulana atau Zaki. Dia adalah teman terbaikku dan teman masa kecilku, setidaknya, dialah satu-satunya temanku. Rambutnya berwarna coklat dan dia tipe orang yang mudah bersahabat dengan siapa saja.
“Game lagi?” Aku melepas earphone dari telinga kiriku lalu menghabiskan jus apelku. Zaki menarik sebuah kursi dan menaruhnya disamping mejaku
“Tentu saja, tapi kali ini ada yang berbeda.”
“Dan apa itu?”
“Sebuah turnamen! Hebat bukan? dan turnamen itu akan diadakan besok. Sebenarnya  turnamen itu adalah sebuah uji coba dari game yang sedang viral. Game yang walau belum di rilis, namun sudah populer dikarenakan cuplikan gameplaynya yang ada diinternet. Game yang berjudul Start Point.” Zaki melambaikan tangan kanannya seakan akan ada tulisan Start Point ditangannya dan dia memasang tulisan itu diudara.
“Bagus, sebuah turnamen? Wow. Dan kali ini kau kira aku akan ikut bermain? Tidak. Ada yang harus kulakukan sepulang sekolah.” Aku bangun dari kursiku dan berjalan mundur sambil berkata. Aku kira takkan terjadi apa-apa, sampai aku berada di pintu keluar dan berbalik.
“Dimo awas!” Zaki berteriak. Dan itu adalah sebuah teriakkan yang tak mubazir. Saat aku berbalik, aku melihat seorang cewek yang nampak sibuk dilihat dari berkas-berkas absensi yang dibawanya. Rasanya ada yang aneh, aku merasa seperti kenal dengan wajahnya, namun ingatanku seolah-olah menghalangiku untuk mengenalnya. Rambutnya berwarna hitam dan panjang. Matanya tajam dan menunjukan tingkat fokusnya yang amat tinggi. Namun wajahnya terlihat dingin, dan dia terlihat terlalu terpacu kepada hal yang dia lakukan tanpa melihat keadaan sekitar sama sepertiku.
Aku berusaha menghentikkan langkahku agar hal yang tak diinginkan tidak terjadi, namun jarakku dengannya terlalu dekat sehingga membuatku tak mungkin berhenti. Hari itu, aku tak sengaja menabraknya. Atau dia, tak sengaja menabrakku.
Kertas yang tertiup angin berterbangan kesana kemari, disaat kami berdua terjatuh. Saat aku membuka mataku, ternyata aku menabraknya. Aku merasa bersalah karena itu dan langsung meminta maaf kepadanya. Untuk menebus kesalahanku, aku langsung berdiri dan menangkap kertas-kertas yang berterbangan ditiup angin. Setelah mengumpulkan beberapa lembar kertas, aku melihatnya yang hanya terdiam bisu mengumpulkan kertas absensi yang sudah terjatuh dilantai. Dia bahkan terlihat seperti tak menganggap keberadaanku sama sekali. Setelah semua kertas yang berterbangan berhasil kukumpulkan, aku berencana untuk langsung mengembalikannya namun tiba-tiba Zaki langsung menarik seragamku dan membawaku kekantin.
Akibatnya, kertas yang sudah kukumpulkan itu terlepas dari genggamanku dan bertebaran kemana-mana. “Tunggu dulu, Zaki! Apa yang kau lakukan?” tanyaku.
“Menyelamatkanmu dari rasa malu. (Tadi itu.... kalung pengenal untuk turnamen yang dia kenakan....)”
Sementara aku dan Zaki pergi ke kantin ada seorang teman sekelasku yang tak sengaja lewat. “Lho, Sindy? Apa yang kau lakukan disini? Tadi bu Rika mencarimu, lho.” Dia adalah Leila Fitriyani. Seorang cewek pemalu yang ramah.
Rambutnya berwara oranye dengan sedikit warna ungu dibagian bawahnya, matanya oranye dan cerah seperti buah jeruk segar yang baru saja dipetik. Dan wajahnya yang selalu merona karena kebaikannya. ”Bukankah itu Dimo dan Zakarya? Kenapa mereka berlari?” Leila yang sedang membantu Sindy memungut kertas absen secara tak sengaja melihatku dan Zaki yang sedang berlari. Setelah mendengar penjelasan dari Sindy, Leila tertawa kecil.
Keesokan harinya aku berhasil kabur darinya. Entah bagaimana, aku berhasil menghindarinya saat sepulang sekolah. Sekarang aku akan melakukan pencegahan tingkat ke-2. Aku akan mengunci pintu rumahku, menutup gorden dan tidur sehingga saat dia mengetuk pintu rumahku, takkan ada tanggapan dari dalam. Dengan begitu dia akan menganggap aku tak ada didalam rumah.
Di hanyutnya tidurku, mimpi itu tiba-tiba kembali. Sebuah mimpi yang tak kunginkan dan tak kuduga. Makin lama aku terlelap dalam mimpi itu, makin tak nyaman ku dibuatnya. Akibatnya, pikiran inipun memutuskan untuk menolak mimpi itu dan membuatku terbangun dari tidurku. Hal pertama yang kulihat bukanlah hal pertama yang ingin kulihat. Hal yang seharusnya pertama kali kulihat adalah atap-atap dari kontainer dimana aku tinggal, namun yang kulihat adalah sesuatu yang berbeda dan tidak diduga.
Aku melihat sebuah jalan, dan orang-orang yang sedang melewati kami diam seketika. Pusat perhatian mereka langsung tertuju kepadaku dan Zaki. Aku bahkan dapat melihat sekumpulan ibu-ibu yang menggosip setelah melihat kami. Itu bukanlah salahku, namun salahnya. Lama-kelamaan, aku merasa seperti ada batu atau kerikil yang mengganjal. Setelah aku sadari, ternyata selama ini Zaki menyeretku yang sedang dalam keadaan tidur hanya untuk turnamen sialan miliknya.
“Tunggu dulu!” Aku langsung melepaskan cengkramannya dari pakaianku dan langsung berdiri.
“Kenapa, Dimo?” Zaki bertanya kepadaku seakan-akan dia tak melakukan hal yang salah sama sekali.
“Seharusnya aku yang bertanya kepadamu. Bagaimana mungkin—bagaimana kau bisa masuk kedalam rumahku, hah?” Zaki langsung terdiam dan merogoh kantung celananya. Dia terus merogoh celananya tanpa tau dimana letak sebenarnya dari benda yang dia cari. Dia terus mencarinya sampai dia menemukannya di kantung belakang celananya. Aku bisa tahu dari melihat ekspresinya yang terlihat lega. Dari kantung belakangnya itu aku mendengar suatu suara yang samar. Suara yang terdengar seperti suara gesekan antara dua logam, kau tahu, seperti koin 500 yang bergesekkan dengan koin 200. Itu sangat menyebalkan bagiku. Baiklah, setelah itu Zaki mengeluarkan sebuah kunci dengan gantungan kunci berbentuk logam yang tercetak gambar monas di gantungan kunci itu.
“Dengan ini... kunci duplikat. Hebat bukan? Sebenarnya aku sudah mencoba untuk membangunkanmu, namun tidurmu terlalu pulas. Jadi, aku mendapat ide untuk menyeretmu.” katanya dengan bangga mengayun-ayunkan kunci tersebut. “Tenang saja, kau tak perlu berterima ka—“ Kekesalanku mencapai puncaknya, akupun langsung merebut kunci itu dan melemparkannya kedalam got.
“—sih..... Apa yang kau lakukan, Dimo?! Kunci itu seharga Rp.12.000.” Zaki langsung panik dan terus mencari kunci berwarna perak itu didalam gorong-gorong got yang gelap.
“Sudah cukup main-mainnya. Sekarang aku akan kembali kerumahku dan kau takkan bisa memaksaku untuk ikut kedalam turnamen itu!” Dengan angkuhnya aku berjalan kembali kerumah meninggalkan Zaki yang sibuk dengan kuncinya.
“Tunggu dulu, Dimo. Berhentilah! Berhentilah menyalahkan dirimu sendiri atas kejadian itu! Aku yakin pasti ka—” Zaki berlari kearahku dan langsung memegang pundakku.
“Baiklah, baiklah, kau menang. Aku akan ikut, namun hanya sekali ini saja.” Potongku.
***
Beberapa menit setelah itu, aku dan Zakipun sampai ditempat dimana turnamen diadakan. Tak lain dan tak bukan yaitu Bum Corp.
Bum Corp. adalah sebuah perusahaan yang biasa mengeluarkan software-software dan game yang canggih. Karena itulah perusahaan ini dijuluki dengan rumah lahirnya masa depan. Tempat terbesar yang pernah kulihat gedungnya sangat tinggi sampai seakan-akan menembus awan. Lebar gedungnya sebanding dengan panjang barisan dari 30 orang “Tempat ini, besar sekali.” Aku memperhatikan gedung itu dengan sangat teliti, bahkan aku sempat mengira-ngira seberapa besar ukuran gedung itu sebenarnya.
“Sudah kubilang,’kan? Tapi kau malah berkata bahwa aku hanya membesar-besarkan.” Dia merogoh kantung celananya dan mengambil dua kartu yang terlihat seperti sebuah kartu VIP. Kartu itu sepertinya memang sudah dipesan untuk kami berdua dilihat dari adanya nama kami di kartu itu. ”Ambil ini!” Zaki melempar kartu itu dan langsung kutangkap diudara.
“(Kartu pengenal?)”
Setelah masuk kedalam. Kami langsung disambut dengan dua orang pengawal yang mengarahkan kami ke ruangan diadakannya turnamen. Tapi sebelum itu, kami harus mendaftar ulang terlebih dahulu. Kau tahu, menulis nama, alamat, alamat email, nomor telepon, bahkan foto. Namun ada yang berbeda dari pendaftaran suatu game pada umumnya, disini kami berdua harus mengscan salah satu sidik jari kami.
Setelah itu, kami dipersilahkan masuk kedalam ruangan dimana turnamen diadakan. Untuk sebuah ruangan, kurasa tempat itu sangat besar. Saat memasukinya, aku langsung dapat merasakan ketegangan dan atmosfir khas sebelum dimulainya suatu turnamen. Semua orang terlihat sangat tegang. Bahkan ada yang tak mengeluarkan sepatah kata sedikitpun. Sebenarnya, aku tidak tahu game seperti apa Start Point ini, namun dilihat dari popularitasnya, kurasa ini adalah permainan yang bagus. Setelah membeli cemilan dan minuman, kami duduk di kursi yang berada di pojok ruangan. Disebelah kami ada sebuah tangga, entah tangga itu tertuju kemana.
“Tunggu dulu, kalau tidak salah, kau’kan....” Turun dari tangga ada seorang cewek yang nampak sangat tidak asing. Terbukti dari saat-saat dimana kami pertama kali bertemu—bertabrakan. Dia adalah cewek yang kutabrak kemarin, berbeda dari sebelumnya, kali ini dia terlihat ramah dengan wajahnya yang tak terlihat dingin.
“Kau.... maafkan aku, karena sudah menabrakmu kemarin.” Ujarku.
“Sebenarnya, akulah yang harusnya meminta maaf. Aku terlalu fokus dengan apa yang kulakuan sampai-sampai aku tidak memperhatikan sekitar.” Dia menghampiri kami lalu duduk disebelahku. ”Oh ya, perkenalkan, namaku adalah Sindy Adhelani.” Dia mengulurkan tangannya sembari tersenyum ramah.
“Namaku Dimo Ramadhan, dan yang ada di sebelahku ini Zakarya Maulana, senang bisa berkenalan denganmu (Kurasa dia tidak sependiam yang kukira.)” Aku menjabat tangannya lalu Zaki juga.
“Salahkan saja dia. Dimo memang seperti itu, selalu ceroboh.” Rayu Zaki.
“Mungkin agak bodoh menanyakan ini, tapi, apa kau juga ikut turnamen ini?” Dengan senyumnya dia menjawab.
“Ya, sebenarnya aku sangat suka bermain game, terutama yang bertipe online seperti ini.”
Kami bertiga sempat mengobrol sampai pada akhirnya aku melihat seorang cewek yang terlihat sangat gusar dan bingung. Entah kenapa aku tak bisa melihat wajahnya namun aku seperti kenal dengan rambutnya yang berwarna oranye dan ungu itu. Dia terus mundar-mandir di sekitar kerumunan, sesekali dia melirik kearahku seakan-akan dia meminta tolong kepadaku.
”...(a-apa yang dia lakukan disini? A-aku tak tahu kalau dia suka bermaian game.)”
Cewek itu terus menerus melirikku sehingga membuatku merasa kasihan dan langsung menghampirinya. Tanpa kuduga, dia langsung berbalik membelakangiku tak lama setelah dia melihatku yang datang menghampirinya. Akupun memegang pundaknya lalu bertanya.
“Anu, permisi.... dari tadi aku perhatikan, kau terlihat sangat bingung. Apa ada yang bisa aku bantu? (Rasanya aku pernah melihat rambut ini sebelumnya.)” Dia tak menjawab pertanyaanku dan terus diam sampai akhirnya dia mulai mengeluarkan sepatah dua patah kata.
“T-tidak, maaf karena sudah membuatmu khawatir, tapi, aku baik-baik saja. (Jika Dimo tahu bahwa aku suka bermain game, mungkin dia akan menganggapku aneh dan akan menjauhiku.)” Walau dia berkata seperti itu, namun aku merasa adanya bumbu kebohongan yang ditaburi diatasnya. “Ma-maaf, ada yang harus kulakukan. Ta-tapi, terima kasih sudah mengkawatirkanku. Sampai jumpa di pertandingan.” Cewek berambut oranye itupun pergi dan menghilang diantara kerumunan.
***
Lampu-lampu yang menyala, mulai padam satu-persatu. Lampu sorot yang awalnya mati mulai menyala mengikuti lampu yang mati. Lampu yang terangnya seperti sinar bulan dalam kegelapan itupun langsung berfokus kepada tiga orang. Suara microphone yang melengking tiba-tiba muncul memekakkan telingaku. Microphone itu diketuk beberapa kali untuk mengecek microphone itu menyala atau tidak. Berdirilah seorang pria gagah dengan pakaian jasnya yang rapih. Rambut rapihnya juga membuatnya semakin terlihat cocok dengan jas yang dikenakannya. Disebelahnya ada seorang pria tua yang berpakaian simpel dan kursi rodanya yang canggih dan seorang cewek yang terlihat ramah dengan rambut yang berwarna hitam sepanjang pundak.
“Para hadirin sekalian, maaf karena sudah membuat kalian menunggu lama. Namaku adalah Indra dan saya adalah pembawa acara di turnamen ini. Yang ada di sebelah kananku adalah Pak Bum Rahmatullah, dialah pelopor, pencipta, dan pencetus ide dari permainan online yang bernama Start Point. Sedangkan, yang ada disebelah kanan dari Pak Bum adalah Dinda Rohyani, dia akan mensimulasikan tata cara bermain di game ini.” Indra dan Dindapun mundur kebelakang sementara Pak Bum menggerakkan kursi rodanya kedepan. Lampu sorot langsung berfokus kearahnya dan suasana langsung menjadi tegang. Dengan semangat yang tinggi, dia mempersilahkan Pak Bum untuk berpidato sebelum simulasi dimulai.
“Terima kasih Indra, atas sambutannya yang begitu meriah. Namaku adalah Bum Rahmatullah dan aku adalah pelopor, pencipta, dan pencetus game ini, konsep awal dari game ini adalah untuk membuat orang-orang yang fisiknya lemah sepertiku agar merasakan bagaimana rasanya memiliki tubuh normal sekaligus menyehatkan tubuh sang pemain dan lingkungan di sekitarnya, kenapa? Karena pada saat avatar para player bergerak maka secara otomatis avatar dari player tersebut akan mengeluarkan oksigen dan karbondioksida. Aku ingin masa dimana manusia bisa hidup sehat dengan cara yang tidak terlalu rumit dan berbahaya, aku ingin permainan ini menjadi sebuah fondasi dari masa depan umat manusia. Menjadi titik awal, dari berubahnya kehidupan manusia. Sekian dari saya, terima kasih.” Lampu sorot yang menyinari Pak Bum mati tak lama setelah pidatonya selesai.
Setelah keheningan sesaat, lampu sorotpun kembali menyala menyoroti Dinda yang berjalan maju ke depan. “Namaku adalah Dinda Rohyani, dan akulah yang akan mensimulasikan tata cara bermain di game Start Point. Start Point adalah sebuah game online yang berbasis rpg. Namun, yang membuat Start Point berbeda dengan game rpg pada umumnya adalah....” Dinda berhenti bicara lalu duduk disebuah sofa aneh yang tersambung langsung dengan sebuah alat pengscan sidik jari.
Alat itu terletak di bagian kanan dari lengan sofa. Setelah duduk, Dinda merilekskan tubuhnya di sofa lalu mengscan jari jempolnya. Tak lama setelah itu, Dinda perlahan-lahan mulai memejamkan matanya dan tertidur. Ruangan turnamen langsung ramai setelah itu. Semuanya bertanya-tanya tentang apa yang terjadi sebenarnya terhadap Dinda sampai pada akhirnya Indra menjelaskan kepada para peserta bahwa saat ini Dinda sedang dalam mode hibernasi dan sebentar lagi avatar dari Dinda akan segera muncul. Namun setelah beberapa menit, Avatar milik Dinda tak kunjung muncul, tak lama kemudian para peserta diberikan sebuah kacamata berbentuk aneh.
“Untuk melihat avatar dari Dinda, kalian harus memakai sebuah kacamata. Itu adalah kacamata khusus yang dapat membuat non player bisa melihat avatar dari para player.” Semuanya tanpa terkecuali mulai memakai kacamata itu namun kacamataku tak kunjung datang sampai Zaki dan Sindy yang sudah memakai kacamata datang menghampiriku. Sebelumnya, secara tak sengaja, Zaki melihat ada sebuah kacamata khusus itu yang terjatuh saat salah satu staff yang membagikan kacamata masuk kedalam kerumunan peserta. Melihatku yang belum mendapatkan kacamatanya, dia langsung berasumsi bahwa kacamata itu seharusnya diberikan kepadaku.
Setelah memakai itu, kacamata itu langsung mengscan mataku dengan sinar x. Tak lama setelahnya aku sempat merasa pusing, namun perasaan itu perlahan menghilang bersamaan dengan munculnya avatar dari Dinda. Tak ada yang berubah dari penampilan Dinda, namun yang berbeda adalah pakaiannya. Dia memakai sebuah baju besi dengan sebuah perisai yang tergantung di punggungnya seperti yang ada di abad pertengahan.
“Pada pemakaian untuk pertama kali, kalian mungkin akan merasakan rasa pusing. Namun, untuk pemakaian selanjutnya, kalian takkan mengalami hal itu kembali. Pada saat kalian log in, tubuh kalian akan masuk kedalam mode hibernasi. Tenang saja, tubuh kalian dijamin 100% aman, dikarenakan saat kalian memasuki mode hibernasi, akan ada sebuah medan energi yang membuat orang yang menyentuh tubuh maupun semua alat yang tersambung akan terpental dan tak sadarkan diri selama 24 jam.”
“Sekarang, kita akan mulai penjelasannya. Yang membuat game Start Point berbeda dari game rpg lainnya adalah, lokasi bermain dari game tersebut. Di dalam turnamen ini kalian akan mulai dari Level 1. Dilevel-level tertentu, kalian akan dapat membuka segel untuk mengeluarkan kemampuan. Untuk mendapatkan item-item yang bagus kami telah menyebar monster-monster ke segala tempat di arena yang kami ciptakan, dan kalian harus bertahan melawan para peserta lain dan Monster-monster itu. Dengan sistem permainan yang baru yang diciptakan oleh Pak Bum, Start Point dapat beradaptasi dengan lingkungan di dunia nyata. Kedua, Teleportasi. Cara untuk melakukan teleportasi adalah dengan cara meneriakkan ‘Teleportasi’, tak lama setelah berteriak akan muncul sebuah tabel. Didalam tabel tersebut terdapat beberapa lokasi yang bisa kalian teleport, semakin jauh lokasi tersebut, semakin besar pula mana yang akan digunakan. Jadi, sangat tidak mungkin untuk berteleportasi dari satu negara ke negara lain. Saat tabel tersebut muncul, kalian bisa mencari lokasi yang dituju dengan memikirkan lokasi yang dituju. Setelah itu, secara otomatis tabel akan menunjukkan gambar dimana lokasi itu berada dan informasi mengenai letak dimana tempat itu berada. Untuk mengkonfirmasi kepindahan, kalian harus mengklik tabel tersebut setelah tabel itu berubah menjadi sebuah gambar. Jika secara lisan tidak membantu, maka aku akan menunjukkan cara berteleportasi itu sendiri.” Dinda mundur satu langkah dan memejamkan kedua matanya. Dia mengambil nafas dalam-dalam lalu meneriakkan kata Teleportasi. Setelah itu, semuanya berjalan sesuai dengan apa yang dikatakannya barusan. Setelah selesai mengklik tabel, tubuh Dinda mulai bercahaya. Tak lama kemudian cahaya itu berubah menjadi bola-bola kecil. Cahaya itu sangat indah, seperti kumpulan kunang-kunang yang sedang menari di malam hari.
Lampu sorotpun ikut mati dengan kepergian Dinda. Sebuah layar proyeksi yang besar muncul dari bawah lantai dan mulai menyala. Di layar tersebut terdapat Dinda yang ada di parkiran mobil. Dia melambaikan tangannya tangannya agar kamera cctv dapat menyadari keberadaannya. Diapun kembali berteleportasi masuk kedalam ruangan turnamen. Tak lama setelahnya, dipersilahkan bagi para peserta untuk bertanya.
Zaki langsung mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi “Jika game ini benar di dunia nyata, bukankah itu berbahaya? Maksudku, apakah seorang player dapat menyakiti non-player?” Dinda langsung menanggapi pertanyaan Zaki dengan menghantamkan sepatu besinya kelantai dan membuatnya hancur. Para peserta langsung mundur dan tertegun melihatnya.
“Pertanyaan yang bagus. Permainan memang mengambil latar di dunia nyata, namun tidak benar-benar di dunia nyata. Coba kalian lepaskan kacamata itu, maka lantai ini takkan hancur.” Aku melepaskan kacamata ini mengikuti peserta lainnya.
Aku hampir tak bisa mempercayai mataku, aku bahkan mengusap mataku beberapa kali. Lantai yang hancur itu, kenyataan bahwa lantai itu hancur, menghilang begitu saja bersamaan dengan kacamata yang kami lepas. Yang kulihat saat ini adalah, sebuah lantai yang utuh tak tergores sedikitpun. Kami kembali memakai kacamata untuk melanjutkan simulasi. Setelah kupakai kembali, lantai yang hancur tersebut sudah pulih kembali. Sepertinya, game ini mempunyai sistem yang membuat segala sesuatu yang hancur akan pulih kembali dalam beberapa menit.
“Selanjutnya, aku akan mengsimulasikan cara untuk mengambil item atau senjata dari inventory. Sama seperti sebelumnya, kalian harus berkata ‘Inventory’ untuk membukanya. Namun, kali ini kalian tak harus meneriakkannya, kalian juga boleh mengatakannya dengan cara berbisik. Setelah itu, akan ada tabel-tabel yang muncul didepanmu. Setiap tabel mewakili barang-barang yang ada di inventory kalian. Dalam tabel tersebut, akan ada item, nama item, kekuatan untuk senjata, fungsi, daya tahan, tingkatan senjata, dan status senjata tersebut. Untuk mengambil barang atau senjata, kalian harus meraih atau menarik bentuk 3D dari barang atau senjata dari tabel tersebut. Dengan otomatis, bentuk 3D itu akan menjadi nyata dan tabel akan disembunyikan. Itu juga berlaku kepada daftar pemain. Namun, kau hanya bisa mendeteksi pemain yang ada disekitarmu, daftar pemain akan secara otomatis disegarkan saat avatarmu mulai berpindah posisi. Namun, sistem ini tidak diaktifkan dalam turnamen ini sehingga kalian bisa melihat daftar semua pemain yang ada. Selanjutnya, yang terakhir namun bukan yang paling akhir, yaitu Menu Utama atau Main Menu. Cara untuk membukanya masih sama. di main menu kita bisa melihat daftar daftar pilihan yang bisa kita pilih. Diantaranya : Lihat Profil, Daftar Teman, Anggota Tim, Lihat Peta, dan Istirahat. Dan aku yakin, kalian sudah tahu fungsi-fungsi dari menu-menu tersebut. Yang paling terakhir namun paling utama, yaitu Log Out. Cara melakukan log out masih sama, seperti cara-cara membuka inventori dan membuka menu. Saat kalian mengaktivkan sistem log out, secara otomatis, avatar kalian akan diteleportasi menuju ke samping tubuh kalian. Untuk mengkonfirmasi log out, kalian hanya harus menyentuh tubuh kalian yang sedang dalam mode hibernasi. Setelah itu, kesadaran kalian akan kembali ketubuh asli kalian dan mode hibernasi akan dimatikan.” Semua lampu sorotpun dinyalakan kembali bersamaan dengan Dinda yang menyelesaikan penjelasannya serta Pak Bum dan Indra yang kembali maju kedepan.
"Dengan selesainya simulasi dari Dinda, maka turnamen ini akan segera dimulai
“Dengan selesainya simulasi dari Dinda, maka turnamen ini akan segera dimulai.” 


~BERSAMBUNG~

No comments:

Post a Comment