Selamat datang di KnK Land. Mari menguasai dunia bersama kami. Disini kalian bisa menemukan ratusan postingan berbahaya dari penulis-penulis kami. Selamat menikmati situs yang hidup ini.




Tuesday, May 15, 2018

Start Point - Chapter 2 : Bug?!

Sebelum membaca novel ini, sangat disarankan untuk membaca chapter sebelumnya terlebih dahulu.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Start PointUntuk pembuka, kurasa aku akan memperkenalkan diri

Ruangan langsung menjadi ramai, para peserta bersorak karena semangat mencoba game yang sangat canggih ini. Semuanya bersorak, bahkan Zaki. Terkecuali aku, sejak awal aku memang tak berniat untuk memenangkan turnamen ini. Disaat mereka bersorak, aku lebih memilih untuk memilih sofa dan bersiap untuk bermain. Saat dalam perjalanan, aku tak sengaja melihat Sindy dengan fokusnya yang tak biasa.
Fokus yang sama dengan yang dia keluarkan saat aku menabraknya. Dia berjalan lurus menuju sebuah sofa dengan tatapan dingin nan fokusnya. Fokus yang dimilikinya, adalah fokus yang paling tinggi yang pernah kulihat. Tak lama setelah aku duduk, para peserta lainnya perlahan mulai melangkahkan kakinya menuju kesofanya masing-masing. Aku merileksasikan tubuhku ke sofa sama seperti apa yang dilakukan oleh Dinda, lalu aku mengscan jariku telunjukku. Pada awalnya kukira tak berfungsi, sampai tiba-tiba rasa kantuk yang amat sangat membuatku tak kuasa membuka mataku.
“Dimana ini?” Aku membuka kembali mataku. Kusadari, aku sudah berada di tempat yang berbeda. Aku berada di sofa yang sama, namun pakaianku berubah menjadi berwarna putih, dan aku berada di suatu ruangan berwarna putih dengan seorang pria dan wanita berjubah berdiri dihadapanku. Sebuah ruangan putih kosong tanpa benda apapun selain sebuah sofa dan kami bertiga.
“Dimo Ramadhan, laki-laki, dan berumur 15 tahun. Silahkan pilih job, dan desain avatarmu!” Tak lama setelah wanita berjubah itu berkata, muncul 7 tabel disebelahnya. Setiap tabel mewakili 7 job yang ada dengan kemampuannya masing-masing. Yaitu Archer, Gunner, Knight, Sword Master, Witch/Wizard, Alchemist dan Healer. Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku tak berniat untuk menang dalam game ini, jadi kurasa aku akan asal memilih job.
“Apa saja, terserah kalian. Namun untuk penampilan, aku ingin tak banyak yang diubah dari penampilan asliku.” Tak lama, tubuhku mulai bercahaya. Saat cahaya itu padam, rambutku sudah sedikit berubah, dan pakaianku juga berubah. Sekarang aku memakai sebuah jaket berwarna hitam dengan sedikit warna oranye sebagai motifnya.
“Selamat, anda sudah terdaftar sebagai Sword and Gun Master dan sebentar lagi anda akan dipindahkan ke lokasi turnamen yang sebenarnya.” Kata Pria berjubah.
“Tunggu dulu, apa itu Sword and Gun Master? Job itu tidak ada di dalam daftar. Tunggu.....”
Ruangan putih mulai bercahaya, Pria dan Wanita berjubah itu mulai menghilang dibalik cahaya yang mulai menyilaukan mataku. Sampai pada akhirnya cahaya itu sepenuhnya menghalangi penglihatanku. Saat cahaya itu menghilang, aku menyadari bahwa aku sudah berada di tengah hutan. Sofa yang kududuki mulai menghilang tak lama setelah aku bangun darinya.
“Sebenarnya, apa yang terjadi? Apakah jobku ini sebuah bug?” 

Sebagai awalan, kurasa aku akan mengecek inventoryku.
“Beginner Sword dan Pistol. Kurasa aku akan menyimpan pistol untuk sementara waktu.” Aku mulai perjalananku mencari monster untuk menaikkan level dan mendapatkan kemampuan. Aku terus-menerus menyusuri hutan belantara yang dipenuhi oleh pohon-pohon yang tinggi sampai-sampai akarnya merambat sampai ke permukaan. Tiba-tiba, muncul sebuah hawa. Sebuah hawa yang familiar yang ada dalam game rpg, hawa membunuh.
Aku menyadari ada sebuah ogre berwarna abu-abu dengan mata kanannya yang buta yang siap mengayunkan gadanya yang besar yang sanggup untuk merobohkan dua batang pohon sekali ayun.
“...!(Serangan tiba-tiba?!)” 
Tubuhnya yang gempal membuat gerakan ogre itu menjadi lambat sehingga memudahkanku untuk menunduk. Aku tarik pedangku dari sarungnya lalu kutebas lutut dari ogre tersebut. Namun, tebasan kecil takkan cukup untuk menghentikannya. Akupun melompat lalu menebas mata kiri dari ogre tersebut sehingga membuatnya buta.
Namun, Ogre tersebut mengayunkan gadanya kearahku yang ada diudara. Dengan sigap aku menahannya menggunakkan pedangku. Walau begitu, aku tetap terpental akibat efek bash dari gada tersebut. Aku menabrak pohon, namun dengan cepat aku langsung menghindar sebelum ayunan kedua mengenaiku. Walaupun buta, kurasa indra pendengaran dari ogre tersebut masih aktif. Sehingga membuatku harus mengendap-endap kebelakang ogre tersebut lalu menebas bagian belakang dari kaki ogre tersebut. Akibatnya, ogre itu terjatuh. Untuk mengakhirinya, aku mengayunkan pedangku menebas punggung ogre tersebut dan membetuk pola x di punggungnya. Ogre itu terjatuh—terkapar lalu tubuhnya bercahaya dan menghilang. Aku mendapat sebuah pedang dari monster ogre tersebut, yaitu Ogre Sword dan levelku naik menjadi level 3. Tentu aku akan memakai pedang yang lebih baik dari Beginner Sword.
“Dimo.... Tolong Aku!” dari kejauhan, ada suara yang memanggilku. Suara dari orang yang kukenal. Seorang pengganggu.
Akhirnya aku berhasil keluar dari hutan dan menemukan sebuah padang rumput yang sangat luas. Rumputnya tidak terlalu tinggi, namun juga tidak terlalu pendek. Aku bahkan bisa melihat hutan yang ada di seberang. Suara yang memanggilku semakin kencang dan semakin kencang. Kukira itu hanyalah imajinasiku saja, sampai seseorang berlari keluar dari hutan membawa banyak tamu. Seorang Knight keluar dari hutan dikejar banyak monster dibelakangnya. Wajah yang asing, bahkan rambutnya sangatlah asing. Rambut yang dikuncir.
Namun nampaknya aku kenal dengan warna dan gaya bicara yang seenaknya itu. “Dimo, kenapa kau diam saja? Ini aku, Zaki! Teman senasib dan sahabatmu.” Saat kutahu bahwa itu adalah Zaki, aku langsung protes kepadanya
“Mana mungkin aku bisa menyadarimu dengan penampilanmu yang sangat berbeda itu. (Mungkin dia dapat menyadariku dari penampilanku yang sangat mirip dengan diriku yang asli.)” Aku bersiap mengambil kuda-kuda untuk mengalahkan monster-monster itu. Dan saat Zaki sudah dekat denganku, akupun langsung menarik pedang baruku dari sarungnya.
Melihat antusiasku, Zaki ikut berhenti berlari lalu berbalik untuk membantuku “Baiklah, aku satu dan kau dua!” tangan kirinya mengambil perisainya yang tergantung di punggungnya lalu tangan kanannya menarik pedangnya yang masih tersimpan disarungnya. Monster-monster yang sedang kami lawan sebenarnya ada tiga, yaitu 2 ogre raksasa dan satu mini manticore.
“Kalau begitu, kau urus satu manticore itu dan aku akan mengurus dua ogre ini!” aku berlari kearah dua ogre tersebut saat keduanya sedang mengayunkan gada kearahku. Aku merosot dibawah dua buah gada yang mengayun diatasku,  lalu kupotong tangan kedua ogre tersebut untuk melumpuhkan senjata mereka. Setelah itu kutebas salah satu kaki dari kedua kaki mereka. Setelah sampai dibelakang mereka, aku menebas punggung mereka dan membuat mereka lumpuh.
Aku melompat naik keatas kedua ogre tersebut lalu menusuk mereka berdua bergantian. “Dimo, kurasa aku butuh bantuan kecil disini!” mini manticore yang dilawan Zaki terus menyemburkan api dari mulutnya sehingga membuat Zaki tak berkutik dengan hanya bisa berlindung dari api tersebut dengan perisainya. Aku langsung melompat kearah mini manticore tersebut dan berniat untuk menebasnya. Namun, monster itu menyadari seranganku dan terbang menjauh.
Tiba-tiba, tanpa kuduga salah satu ogre bangkit dan gadanya berhasil mengenaiku dan Zaki. Kami sempat terpental beberapa meter, dan kelihatannya kami sedang dalam keadaan genting. Aku dan Zaki langsung mendekat lalu menghadap bertolak belakang untuk melindungi satu sama lain ”Gawat, aku tak menduga bahwa ogre tersebut bisa memulihkan diri....” Lagi-lagi, mini manticore tersebut kembali menyemburkan api kearah Zaki dan Zaki kembali menangkisnya menggunakkan perisainya.
“Dimo, bagaimana ini? Apa kau punya ide?”
“Ada, jika mereka bisa menggunakan kekuatan. Maka kita juga bisa menggunakkannya,’kan?” aku menjawab
“Masalahnya, aku tidak tahu bagaimana caranya untuk mengeluarkan kekuatan.” Aku  dan Zaki terdesak. Aku tidak mungkin terus-menerus menebas ogre itu jika dia akan terus pulih. “Apa tadi kita tidak diberitahu?” tanyaku.
“Tadi Mbak Dinda hanya berkata bahwa dilevel-level tertentu, kita akan dapat membuka segel untuk mengeluarkan kemampuan.” Aku langsung mencoba mengobservasi kata-kata itu, dan pada akhirnya aku menemukannya.
“Membuka segel, itu dia.” Zaki melompat kekanan untuk menghindari api dari manticore itu, lalu dengan percaya dirinya dia meneriakkan :
“Buka segel!”
Seketika semuanya menjadi hening, hanya ada suara rumput-rumput yang bergoyang dihembuskan oleh angin. Mini manticore kembali menghembuskan nafas apinya dan membuat Zaki kembali harus menahannya “Dimo, tak terjadi apa-apa.”
Aku menemukan cara lain untuk mengaktifkan kemampuan. Sebenarnya sangatlah simple, namun aku harus berpikir untuk mendapatkan sepatah dua patah kata ini. “Open the seal” Aku berlari kearah ogre tersebut lalu tabel dengan daftar skillpun terbuka. Didalam tabel tersebut terdapat tulisan-tulisan mantra yang nampaknya harus kulafalkan. Tapi, sebelum aku berhasil melafalkan kemampuan, ogre tersebut menyerangku dengan gadanya. Aku menyadari serangan itu lalu menghindarinya dengan melompat. Saat sudah mencapai ketinggian maksimal dari lompatanku, akupun mengucapkan mantra dari kemampuanku yang pertama “Moonlight shard.”
Pedangkupun mulai bercahaya, membentuk sebuah cahaya berwarna berwarna perak seperti bulan. Lalu bentuk dari ujung pedangku mulai berubah menjadi melengkung. Aku mendapat sebuah ide, maka aku ayunkan pedangku itu dan keluar cahaya-cahaya dari pedangku melesat dengan cepat dan menusuk dada dari ogre tersebut. Namun, sebelum ogre itu mencapai ajalnya, ogre tersebut menyemburkan sebuah cairan berwarna hijau kepadaku. Akibatnya, darah yang terdapat dalam Hpbarku mulai berkurang sedikit-demi sedikit.
“Open the Seal, Fire Ball” Zaki menyimpan pedangnya lalu mengangkat tangan kanannya. Perlahan, keluar sebuah bola api dari tangan kanannya. Dengan kemampuan itu, dia berhasil mengalahkan mini manticore. Saat dia melihatku, dia langsung berkata bahwa kita harus mencari air lalu membasuhkannya kesekujur tubuh yang terkena racun.
***
Sementara itu, disaat yang sama cewek berambut oranye yang ditemuiku sebelumnya sedang bertarung dengan seorang wizard. Dia bersembunyi dibalik sebuah pohon sementara wizard itu sedang melafalkan sebuah mantra-mantra sihir.
Dari tongkatnya, muncul sebuah pusaran bola berwarna hitam yang semakin besar. Pada puncaknya, ukuran dari bola itu sama dengan ukuran bola sepak. Setelah itu, bola hitam itu menerobos pohon-pohon yang ada dan  menyisakan sebuah bekas di pohon yang sudah diterobosnya. Saat suara dari pohon-pohon yang hancur mulai menghilang, cewek tersebutpun menengok ke pohon-pohon yang lainnya untuk memeriksa keadaan. Dia sangat lega mengetahui bola hitam itu sudah tidak ada. Tetapi, saat dia berbalik ternyata bola itu ada tepat dibelakangnya selama ini.
Bola hitam itu mulai bercahaya dan tak lama kemudian meledak. Untungnya, cewek tersebut berhasil menghindar dan berpindah ke pohon lainnya sesaat sebelum bola hitam itu meledak. Dengan anak panahnya yang tersisa 8, diapun mulai bergerak. Dia terus menembakkan panahnya dan berpindah dari satu pohon ke pohon lainnya. Saat dia sadari, anak panah hanya tersisa 3 dan akibatnya dia hanya memiliki satu kesempatan yang tersisa untuk mengeluarkan kemampuan. Dia membulatkan niatnya untuk mengerahkan semuanya kepada skill miliknya. Dia kumpulkan seluruh kekuatannya kedalam panah yang ditariknya sekuat mungkin. Saat kekuatannya sudah terkumpul dan dia hanya tinggal melepas genggamannya, tiba-tiba ada suara yang menghampiri mereka.
“Zaki, lakukan sesuatu! Gara-gara kau semua monster ini mengejar kita.” Aku dan Zaki berlari dari sekumpulan monster. Berbeda dari sebelumnya, kali ini kami dikejar oleh 5 monster yaitu 2 ogre, 1 manticore, dan 2 ular raksasa.
“Apa maksudmu? Kau sendiri yang menyarankan untuk menyerang mereka semua.” Kami terus berlari sampai akhirnya kami sampai kepada cewek berambut oranye tersebut
“...(Di-dia,’kan... Dimo.)”
“Cih, pengganggu. (Ini diluar rencana.) Kalau begitu, sampai jumpa.” Wizard yang bernama Kunto itupun menciptakan sebuah lubang hitam lalu menghilang bersama lubah hitam tersebut.
“Tunggu dulu!” cewek berambut oranye itu berusaha untuk menangkap Kunto namun dia terlambat. Ada satu hal lagi yang menjadi masalah, yaitu monster-monster yang sedang berlari kearahnya.  Dengan anak panahnya yang ada, dia mungkin dapat membunuh satu atau dua monster. Tetapi, dengan kemampuannya, mungkin dia akan dapat menghabisi tiga monster sekaligus. Tak lama kemudian, aku dan Zaki berlari melewatinya.
Disaaat aku dan Zaki berlari, cewek berambut oranye itu tak gentar. Dia maju sendiri dengan tiga anak panah di tangan kanannya dan busur di tangan kirinya. Dia mengumpulkan kekuatannya di ketiga anak panah tersebut dan meningkatkan fokusnya. Salah satu ogre berhasil mendekatinya dan mengayunkan gadanya kearah cewek tersebut, namun dengan mudahnya cewek tersebut menendang tangan ogre itu lalu melompat tinggi seperti kelinci. Dia mendarat diatas gada milik ogre tersebut, lalu dengan cepat dia tarik salah satu anak panah dan menembak kepala ogre tersebut. Setelah itu, dia menarik kembali anak panah tersebut lalu melompat sebelum ogre tersebut menghilang. Dia melompat dari salah satu ogre ke monster manticore dengan sangat lincah.
Dia mendarat di belakang manticore lalu menancapkan anak panah tersebut ke salah satu sayap manticore. Lalu, dia naiki manticore itu. Dengan begitu, dia tarik kembali anak panah itu lalu memusatkan kekuatannya ke tangannya dan menancapkan anak panah yang dia ambil kekepala manticore yang ditungganginya. Dengan cepat dia sudah berhasil menghabisi dua monster sekaligus. Kepada monster ular, dia tak terlalu rumit dalam menghabisinya. Yang dia lakukan adalah terus menghindar sampai kedua ular tersebut menggigit satu sama lain. Setelah itu dia panah kedua ular tersebut. Namun, dia lupa dengan batasan yang dia punya. Tanpa dia sadari, ternyata dia telah menggunakkan seluruh panah miliknya dan melupakkan satu ogre dibelakang.
Dia tak punya apapun untuk melawan monster itu, sehingga yang bisa dia lakukan hanya menghindar dan menghindar. Tetapi, sesaat lompatannya ke 6, kakinya tersandung saat mendarat dan membuatnya terjatuh. Saat dia sadari, ternyata ogre tersebut sudah tepat ada didepannya.
Saat dia sadari, ternyata ogre tersebut sudah tepat ada didepannya
“Mau bagaimana lagi.” Aku menghentikan langkah kakiku dan langsung berlari menuju ogre tersebut sebelum terlambat. Melihatku, Zakipun berhenti berlari lalu membuat bola api. Saat gada itu diayunkan, aku langsung menghentikannya dengan ogre swordku. “Kau, menghalangiku!” aku memotong tangan yang memegang gada dari ogre tersebut, lalu Zaki membakar ogre tersebut dengan kemampuan bola apinya. “Apa kau baik-baik saja?” aku menyimpan pedangku lalu mengulurkan tanganku untuk membantunya berdiri.
“Y-ya, terima kasih, Ramdhan.” Dia meraih tanganku lalu bangun.
“Seharusnya aku yang berterima kasih. Jika bukan karena kau, kami pasti sudah kewalahan.”
Cewek itu mengulurkan tangannya “Perkenalkan, namaku Lentera. Senang bisa bertemu denganmu, Ramdhan, Zaki.” Aku langsung menjabat tangannya lalu Zaki juga.
“Oh ya, apa kau tahu tempat dimana aku dan temanku, Zaki, bisa membeli item?”
“Kebetulan sekali, aku juga ingin ketempat itu untuk membeli anak panah.“ Lenterapun mempersilahkan kami berdua untuk ikut bersamanya. Kami terus berjalan menyusuri hutan-hutan lebat, hutan bambu dan beberapa sungai kecil.
Dalam perjalanan, kami sempat membicarakan job-job kami. Zaki dengan job knightnya, Lentera dengan job archernya, dan aku yang berbohong mengenai jobku dan hanya mengatakan bahwa aku hanyalah sword master biasa. Kami juga sempat bercanda tawa tentang perilaku Lentera yang terlihat agak gagap saat berbicara, khususnya saat dia berbicara denganku.
Sepertinya, dia adalah tipe orang yang tak biasa berbicara dengan orang asing.
Kami terus berjalan dan terus berjalan, sampai-sampai kami sangat menikmati perjalanan ini dengan percakapan ringan dan canda tawa yang selalu terlontar dari kami. Aku merasa seperti aku sudah pernah mengenal Lentera sebelumnya, tingkah lakunya sangat mirip dengan teman sekelasku yang pemalu yaitu Leila. Dengan sikap ramahnya, gaya bicaranya yang gugup, dan bahkan ketulusan mereka berdua yang sangat mirip.
Tanpa kami sadari, ternyata toko yang kami tuju sudah dekat. Terlihat dari jalan setapak yang mulai nampak. Kami ikuti jalan setapak itu sampai akhirnya kami sampai ditempat yang kami tuju. Sebuah toko sederhana dengan kayu sebagai bahan dasar dari temboknya dan daun pohon pisang sebagai atapnya. Terdapat sebuah jendela kecil dibagian kiri toko tersebut dan sebuah pintu yang terbuat dari bambu. Kami lekas memasuki tempat itu, dan terdapat seorang penjaga toko yang penampilannya nampak seperti seorang petani. Saat kami datangi pedagang itu, tiba-tiba muncul sebuah tabel di hadapan kami bertiga. Satu tabel untuk setiap player yang ada. Ditabel tersebut, seorang player bebas untuk memilih sejata, item, dan armor apa saja yang ingin mereka beli. Tentu saja item yang dibeli harus sesuai dengan job mereka.
Leila membeli 20 anak panah, Zaki membeli beberapa ramuan dan sebuah pedang, dan aku diam-diam membeli beberapa peluru cadangan serta sempat memilah-milih beberapa pistol. Aku sempat ragu untuk membeli sebuah pistol Desert Eagle, karna jika jobku ini sebuah bug, maka itu artinya aku hanya membuang-buang uangku. “Dimo, ada apa?” aku terkejut dan langsung menutup tabel tersebut.
“Ti-tidak, tidak ada apa-apa. Hanya saja harga senjatanya cukup mahal. (Job aneh ini membuatku sangat kebingungan dalam memilih senjata.)”
Tiba-tiba, ada sebuah suara dentuman yang sangat keras berasal dari luar toko. Lentera langsung keluar dari dalam toko dan sangat tercengang. Hutan dan jalan setapak yang semulanya tersusun rapih dan sangat alami berubah menjadi sebuah tempat yang sangat kacau. Pohon-pohon hancur, daunnya berhamburan, jalan setapak menjadi hilang tak tersisia, dan sungai kecil menjadi berantakan.
Tak lama setelah itu aku dan Zaki menyusul Lentera keluar dari toko. Aku hampir dibuat tak percaya, hutan yang baru saja kulewati berubah menjadi kacau balau seperti ini. “Ada apa ini?” tanyaku.
“Sepertinya, kita diserang.” Lentera menyiapkan busurnya lalu mengambil sebuah anak panah.
“Wah, wah, sepertinya kau mendapat teman baru.” Muncul sebuah suara seorang laki-laki yang tak kukenal. Tetapi, melihat dari reaksi Lentera yang langsung menjadi was-was, kurasa dialah wizard yang tadi menyerangnya “Kebetulan sekali, aku juga mendapat teman baru.” Wizard yang bernama Kunto itu muncul entah dari mana bersama teman-teman monsternya.
”Tak kusangka, wizard sepertimu dapat mengendalikan monster. Pantas saja, ada banyak monster-monster yang tak sejenis berkumpul, ternyata itu ulahmu.” Ejek Lentera.
“Tunggu dulu, jadi yang membuat banyak monster berkumpul dan mudah diprovokasi itu ulah dia?” Zaki menarik pedang dari sarungnya dan mengambil perisai yang dia gantung di punggungnya.
“Apa kau tidak malu, mengalahkan para player dengan cara licik seperti ini?” aku ikut menarik pedangku.
“Persetan dengan itu! Yang kubutuhkan adalah uang, bukan kehormatan. Jika seseorang sudah mempunyai uang, maka dengan otomatis orang itu akan dihormati.” Aku tidak bisa mengelak dari pernyataannya yang sebenarnya tidak terlalu salah. “Serang mereka!” monster-monster yang ada disekitarnyapun mulai bergerak menyerbu kami. Jumlah monster paling banyak yang pernah kita hadapi di dalam permainan ini.
“Dengar, kalian berhati-hatilah. Monster Cerberus bisa melemparkan gelombang transparan yang dapat menyebabkan halusinasi dan ilusi. Sebuah ilusi yang dapat membuat seseorang teringat kembali dengan ingatan yang ingin dia lupakan. Setelah terkena ilusi itu, seseorang akan menjadi tak sadar selama beberapa menit—bahkan ada yang sampai satu jam. Saat dalam keadaan seperti itu, tubuh seseorang yang terkena gelombang tersebut akan rentan terhadap serangan.” Aku dan Zaki mengangguk dan Lenterapun berlari menuju kearah monster-monster tersebut disusul oleh kami berdua.
Saat berada di udara, seorang Archer akan menjadi sangatlah cepat secepat angin. Karena itulah lompatan seorang archer sangat tinggi. Dia mengumpulkan kekuatannya lalu menembak  buntut siluman ular sehingga membuatnya lumpuh untuk sementara waktu dan menembak mata kanan dari ogre raksasa. Lalu dia ambil salah satu anak panahnya dan menusukkannya ke mata kiri ogre tersebut.
Setelah itu dia tarik kembali kedua anak panah itu, memutar baliknya lalu menusuk perut dari ogre tersebut. Dia turuni ogre tersebut dan menendang kakinya sehingga ogre tersebut terjatuh dan kedua anak panah itu menusuk sampai tembus ke punggung ogre raksasa itu. Tak lama kemudian, dia melompat kembali, mengumpulkan energi dan menembakkan dua anak panah ke siluman ular. Satu anak panah mengenai perut siluman ular itu dan salah satu mengenai kepalanya.
Zaki menghunuskan pedangnya ke perut goblin tersebut dan menyandranya. Saat minotaurus itu akan menyeruduknya, dia melepaskan goblin tersebut dan melompat menjauhi mereka. Setelah goblin tersebut terhempas dan musnah, dia membuat bola api dan menyatukan bola api itu dengan perisainya. Minotaur itu kembali menyeruduk Zaki, namun dia sudah siap. Dengan perisainya yang sudah dilapisi oleh api, dia menahan minotaur tersebut dan membuat tanduknya terbakar.
Api yang mulanya hanya ada di tanduknya itu menjalar ke bulu-bulu yang ada disekitar tanduk dan membakar habis seluruh bulunya. Dia memanfaatkan momen tersebut dengan menyeruduk perut minotaur itu dengan perisainya yang sudah kembali normal. Akibatnya, minotaur itu terhempas dan terjatuh. Setelah itu dia naiki monster itu dan menusukkan pedangnya keperut minotaur yang sudah dilumpuhkannya itu.
Sementara itu, monster manticore raksasa yang sedang kulawan tiba-tiba terbang tinggi. Makhluk itu terbang sangat tinggi dia sampai dititik dimana takkan bisa kuraih. Kurasa, mengalahkan manticore terlebih dahulu lebih baik dari pada melawan cerberus. Karena, bagiku manticore lebih menyusahkan dilihat dari kemampuan terbang dan nafas apinya. Aku mendapatkan sebuah ide. Aku masuki toko lalu membeli seutas tali yang panjangnya menurutku cukup untuk mengikat 4 orang.
“Apa kau yakin tentang ini, Ramdhan?”
Aku mengikatkan tali tersebut ketubuhku “Ya, tentu.” Lentera mengumpulkan energi lalu menembakkan panah yang sudah diikatkan dengan seutas tali yang terikat dengan tubuhku.
Akibat energi dari Lentera, anak panah itu bisa meluncur lebuh jauh dan lebih cepat dari panah pada umumnya. Tak lama kemudian, anak panah itu berhasil menusuk ke tubuh monster manticore itu bersama dirikku yang terikat. Aku memanjat tali tersebut lalu kutancapkan pedangku ketubuh manticore lalu menarik anak panah milik Lentera. Aku memanjat tubuh manticore tersebut menggunakkan pedang dan anak panah milik Lentera. Walau sempat hampir terjatuh, akhirnya aku berhasil memanjat keatas tubuh dari monster ini. Setelah itu, aku memasukkan kembali pedangku ke sarung pedangnya lalu aku melepas tali yang masih terikat di tubuhku dan menyimpannya. Nampak manticore tersebut tak menyadari keberadaanku. Sampai aku menebas kedua sayapnya yang keras secara bergantian tanpa sedikitpun berhenti.
Akibatnya, manticore raksasa yang kunaiki mulai kehilangan keseimbangan dan membuatku harus berpegangan erat kebulu-bulu di punggung manticore itu agar aku tak terjatuh. Aku tancapkan pedangku ke punggung manticore ini lalu berpegangan erat ke pedangku itu. Tetapi, aku tak bisa terus-menerus berpegangan kepada pedangku, maka dari itu, aku tarik kembali pedangku dari tubuh manticore raksasa itu lalu kumasukkan kembali pedangku ke sarungnya dan berlari menuju ketepian. Dari tepian, aku melihat ketinggian yang ada. Lalu aku mundur dan kembali berlari lalu terjun. Manticore yang kunaiki barusan menyadari keberadaanku lalu terbang meluncur ke arahku dengan cepat. Melihat itu, aku langsung melemparkan Moonlight Shard kearah manticore itu. Dia hampir saja berhasil menghindar dan hanya mengenai sayap kanannya. Tetapi, kurasa itu tidaklah cukup untuk mengalahkannya. Sampai tiba-tiba, ada gelombang transparan yang mengarah kepadaku. Aku berhasil menghindar.
Walau begitu, gelombang itu mengenai manticore raksasa yang tepat berada diatasku. Manticore raksasa tersebut kehilangan kesadarannya dan mulai terjatuh. Karena masih berada di udara, aku tak bisa menghindar. Maka, kutunggu hingga monster itu cukup dekat denganku lalu tancapkan pedang dan anak panah ke tubuh manticore yang sedang dalam keadaan tertidur itu dan memanjat kembali melalui bulu-bulunya yang lebat menuju kebagian atas tubuh manticore itu untuk mendapatkan perlindungan darinya. Agar tak terhempas saat mendarat, kuambil tali dari inventoriku lalu aku ikatkan tubuhku tiga ikatan yang sangat erat ke tanduk dari manticore tersebut lalu berpegangan erat.
Tak lama kemudian manticorepun terjatuh. Membuat beberapa pohon disekitarnya tumbang dan patah. Hembusan udara akibat tubuh dari manticore tersebut juga mengakibatkan daun-daun bertebaran dan pohon-pohon bertumbangan. Debu dan asap memenuhi tempat itu, aku bahkan tak dapat melihat sebatang rantingpun karenanya. Aku berhasil selamat dengan fall damage yang seminimum mungkin karena aku mengikatkan tubuhku ketanduk manticore.
Kutarik pedangku lalu kupotong tali yang terikat dengan tubuhku dan tanduk dari manticore ini. Monster manticore raksasa yang baru saja kulawan hanya terkapar lemas tak bergerak seincipun. Tak lama setelah aku turun dari atas tubuh manticore, manticore mulai bercahaya dan menghilang. Namun, belum berarti semua ini sudah berakhir. Monster cerberus liar dan Kunto si Wizard masih berkeliaran.
“Dimo, apa kau baik-baik saja?” aku mendengar suara Zaki dari dalam hutan. Aku mendapat pesan dari sistem game bahwa aku mendapatkan kemampuan atau skill baru yaitu Super Moonlight Shard. Tak lama kemudian, suara gonggongan dari monster cerberus yang sangat keras sampai memekakkan telinga. Hembusan angin yang keluar dari mulut monster itu membuat asap dan debu yang menghiasi udara menghilang terbawanya. Aku menancapkan pedangku ke tanah dan berpegangan kepadanya agar diriku tak terpental akibat hembusan angin yang keluar.
Sementara itu Zaki dan Lentera bersembunyi dibalik pohon untuk menghindari hembusan angin. Tak lama setelah hembusan angin yang sangat kencang yang mungkin bisa meruntuhkan sebuah rumah itu menghilang, asap dan debu kembali menghiasi udara dan membuat asap berwarna coklat itu membatasi penglihatanku. Walau begitu, samar-samar aku bisa melihat bayangan dari monster itu dari balik asap. Aku menarik kembali pedangku lalu perlahan melangkah mundur. Aku melihat sekitar untuk mencari Zaki dan Lentera, namun yang bisa kulihat hanyalah asap. Asap menghilang secara tiba-tiba. Aku langsung menengok kelokasi dimana monster cerberus itu berada, tapi aku tak bisa menemukannya. Namun, ada sebuah retakkan yang besar ditanah dimana cerberus itu sebelumnya berada.
“Ramdhan, diatasmu!” Lentera keluar dari dalam hutan menembakkan anak panahnya keatas—menembak kearah monster cerberus yang melompat diatasku. Aku menengok keatas dan melihat monster berkepala tiga(Kepala anjing), tepat bearada diatasku. Aku berlari menjauhi tempat dimana monster itu akan mendaratkan tubuhnya yang sangat besar. Tetapi, aku masih terpental akibat hembusan udara yang sangat kencang saat monster itu mendarat. Aku kembali menancapkan pedangku ke tanah untuk menghentikan tubuhku yang terpental, setelah itu aku melemparkan skill Moonlight Shard kearah monster itu.
Sebelum kulemparkan, aku mulai berlari mengitari monster itu. Aku terus berlari sambil menembakkan skillku itu kearah monster cerberus, hampir seluruh moonlight shard yang kulemparkan mengenainya, namun tak terlalu berdampak sangat besar kepadanya.
Dengan ukuran tubuh cerberus yang hampir sama dengan monster manticore tadi, kurasa itu adalah hal yang wajar. Tetapi, aku yakin, setiap monster pasti memiliki kelemahan. Aku terus mencari kelemahan dari monster itu dengan menyerang kaki, perut, punggung dan ekor. Namun, saat aku menyerang salah satu kepala, dampak dari serangan yang kulancarkan berbeda dengan serangan sebelumnya. Saat itu kusadari, bahwa titik lemah dari monster itu adalah kepalanya. Aku melompat keatas monster itu lalu menebas kedua mata dari salah satu kepala, aku melompat ke moncongnya lalu kutebas hidungnya. Lalu aku berpegangan kesalah satu kumis dari makhluk itu dan melompat kebawah dengan berpegangan ke kumis itu. Aku menebas mulut dari monster itu lalu kulepaskan peganganku dan mendarat.
Setelah mendarat, aku berlari dibawah tubuh dari monster itu dan menebas bagian belakang dari keempat kaki yang ada. Sebelum monster itu terjatuh, aku melompat keluar. Namun, dia menyadari tujuanku dan langsung memukulku dengan buntutnya. Aku sempat terpental beberapa meter. “Open the seal...” Pedangku mulai bercahaya, cahaya yang lebih terang dan lebih besar dari biasanya.
“....Super Moonlight Shard!”  
Aku berlari lalu melompat tinggi setinggi yang kubisa, kurasa efek dari skill ini, membuat tubuhku menjadi lebih ringan dari biasanya dan membuatku bisa bertahan lebih lama di udara. Kulemparkan skill Super Moonlight Shard ke monster itu. Nampak sama seperti skill Moonlight Shard, namun skill ini terlihat lebih besar, bahkan cukup besar untuk menebang dua pohon sekaligus. Satu persatu cahaya melesat dengan cepat mengenai sekujur tubuh dan kepala dari monster cerberus yang sudah terjatuh akibat seranganku yang sebelumnya.
Kurasa, akibat seranganku itu, aku berhasil mengalahkan monster cerberus itu. Tetapi, saat lemparanku yang terakhir, monster itu mengeluarkan sebuah gelombang transparan dari dalam mulut salah satu kepala, sebuah gelombang transparan yang berbentuk sebuah lingkaran. Gelombang itu mengenai skill super moonlight shard terakhirku. Akibatrnya, super moonlight shard itu berbalik mengarah kepadaku. Setelah mendarat, aku langsung mengaktifkan skill moonlight shard dan melemparkannya ke super moonloght shard.
Membutuhkan tiga lemparan untuk menandingi satu lemparan super moonlight shard. Tapi, masalah utama masih ada. Gelombang transparan itu masih ada dan mengarah kepadaku. Aku menyarungkan kembali pedangku lalu aku melompat menghindari gelombang itu. Kukira aku sudah berhasil menghindar, namun ternyata masing-masing kepala dari cerberus itu terus menerus melemparkan gelombang transparan itu kepadaku.
Tiba-tiba, salah satu kepala mendadak bertingkah aneh dan menggonggong keatas. Langit yang cerah mulai memendung, awan-awan yang putih berangsur-angsur berubah menjadi kelabu. Sebuah awan yang nampak sangat tak bersahabat. Awan tersebut tak menurunkan hujan setetespun, hanya petaka yang dia turunkan. Dari awan itu, keluar banyak petir berwarna ungu yang sangat terang. Petir itu mulai menyambar kesana kemari tanpa pandang bulu sedikitpun. Aku terus berlari dan terus berlari menghindari sambaran petir tersebut. Aku terus berlari kedalam hutan tanpa mengetahui arah tujuanku. Tiba-tiba aku melihat sebuah cahaya, seperti sebuah lorong penuh cahaya diujung hutan. Entah kenapa, aku merasa bahwa itu adalah tempat teraman. Tempat paling aman yang pernah kutemui. Aku memasuki lorong penuh cahaya itu, terus memasukinya, sampai ketempat paling dalam yang kubisa. Lama kelamaan tubuhku mulai bercahaya, aku tak bisa melihat. Cahaya yang sangat menyilaukan ini membuatku tak bisa melihat.
Cahaya ini semakin memudar. Aku kembali bisa melihatnya, tubuh kecilku. Aku merasa, seperti pernah melalui ini semua. Pakaian yang rasanya kukenal, atmosfirnya, suasananya, keramaiannya, permainannya, dan juga dirinya “Aku tak mengerti...”
“....Konsep dari game ini adalah.... Menjadi kuat, dan melindungi semuanya .....
“Hei.... Dimo, sadarlah!” suara tersebut samar-samar bisa kudengar. Suara dari seorang penggangu. Aku tak tahu lagi, apakah ini dunia nyata atau hanyalah sebuah fantasi. Suaranya terus memanggilku, entah kenapa dia memanggilku begitu.
Apa terjadi sesuatu kepadaku?
“Hei, sadarlah!!” Aku terbangun. Di tengah hutan, dengan dua orang bersamaku. Awalnya aku tak bisa melihat, namun cahaya yang terus menghalangi pandanganku perlahan memudar. Syukurlah, aku masih bisa melihat mereka. Wajah yang pertama kali kulihat adalah wajah Zaki dan Lentera. Nampak sepertinya mereka terus menerus memanggilku dan berusaha membangunkanku. Zaki dan Lentera terus mencoba membangunkanku, walau itu memerlukan waktu yang cukup lama. Tampak wajah Lentera agak memerah, alisnya agak berkerut tanda kekhawatiran, dan kedua matanya yang nampak sedikit berkaca-kaca.
“Zaki, apa yang terjadi?”
Zaki dapat bernafas lega setelah melihat kondisiku yang sudah mulai tersadar. Dia bisa menyeka keringatnya yang membasahi dahinya sementara Lentera akhirnya bisa mengusap matanya. ”Kukira kau takkan sadar dan akan didiskualifikasi setelah terkena gelombang itu.“ Zaki yang duduk disebelahku yang berbaring langsung bangun dan bersender dipohon. Lentera hanya terdiam bisu, entah apa yang dipikirkan oleh cewek sepertinya. Dia hanya terduduk lemas disebelahku.
“Tunggu dulu, dimana Kunto dan monster cerberus itu?”
“Setelah aku dan Lentera mengalahkannya, monster cerberus itu menghilang entah kemana.” Zaki menghampiriku lalu mengulurkan tangannya. Aku menerima bantuan itu lalu bangun dari tidurku. Lentera yang semulanya melamun, kembali dari lamunannya dan ikut bersama kami berdua. 

~BERSAMBUNG~

No comments:

Post a Comment