Selamat datang di KnK Land. Mari menguasai dunia bersama kami. Disini kalian bisa menemukan ratusan postingan berbahaya dari penulis-penulis kami. Selamat menikmati situs yang hidup ini.




Monday, May 21, 2018

Start Point - Chapter 3 : The Healer Knight, Akhir Turnamen

Sebelum membaca novel ini, sangat disarankan untuk membaca chapter sebelumnya terlebih dahulu.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Start Point

Untuk pembuka, kurasa aku akan memperkenalkan diri
Diperjalanan, aku sempat berhenti lalu membuka daftar pemain yang ada. “Tersisa 5 player lagi....” gumam Zaki.
Menurut daftar pemain, Player bernama Sisin berhasil menduduki peringkat ke-1, Lentera peringkat ke-2, Zaki berhasil menduduki peringkat ke-3, Aku berhasil menduduki peringkat ke-4, dan yang terakhir adalah player bernama Hitter. Nampaknya pemain di peringkat terakhir tidak terlalu aktif didalam game ini, dilihat dari rating permainannya.
“Anu, kawan-kawan. Misalkan hanya kita bertiga yang tersisa di turnamen ini, lalu bagaimana? Bu-bukan maksudku untuk kasar, tapi.... kurasa aku takkan menahan diri untuk melawan kalian.” Sekarang aku mengerti, kenapa sejak tadi Lentera selalu saja melamun. Kata-kata itulah yang selama ini mengganjal di pikirannya.
“Kalau itu, kita pikirkan nanti saja.” Dengan santainya aku mengatakan itu tanpa kupikirkan dua kali. Namun, memang sejak awal aku tidak berniat untuk menang. Aku memang suka bermain game, tapi, hanya saja aku tidak ingin menang untuk kali ini.

***
Sementara itu, di sisi lain hutan yang lokasinya tak jauh dari tempat kami bertiga berada, ada sebuah pertarungan antara dua pemain yang nampaknya sudah mencapai puncaknya. Sisin terus menembakinya dengan seluruh peluru yang ada di pistolnya, namun sebanyak apapun peluru yang mengenai lawannya, Hitter, selalu saja pulih. Sisin adalah seorang gunner, sementara Hitter adalah seorang knight.
Tentu saja Sisin sangat bingung dengan keadaannya saat ini. Sisin menendang kaki Hitter, membuatnya terjatuh. Hitter yang sudah terjatuh langsung menahan tembakkan yang dilontarkan oleh Sisin menggunakkan perisainya, lalu dia tendang balik Sisin. Dengan pedangnya, dia menebas bagian perut Sisin. Menyadari itu, Sisin langsung menembak kearah kepala dari Hitter. Tapi, dengan mudah dihindari oleh Hitter.
Hitter berhasil menebas perut Sisin dengan pedangnya. Setelah itu, Sisin langsung melompat menjauh darinya. Sisin mulai merasakan suatu hal yang ganjil, mananya dapat terkuras dengan cepat walau dia tak banyak mengeluarkan skill, dan serangan yang mengenai tak pernah berdampak parah kepadanya.
“...(Gawat...)” Sisin berlari menjauhi Hitter untuk mencari jarak serangan yang tepat untuk dirinya menembak, namun dengan cepat Hitter dapat mengejarnya. Hitterpun menebas punggung Sisin dan membuatnya terjatuh, saat Hitter akan segera menyerang Sisin, dia menghindari serangan itu dengan menggelindingkan tubuhnya menjauh dari Hitter. Setelah cukup jauh, dia langsung bangun dan menembakkan peluru. Peluru itu melesat dengan cepat, cukup cepat untuk membuat mata tak sanggup melihat arah pergerakkannya. Peluru yang awalnya akan meleset itu tiba-tiba berbelok dan mengenai pundak dari tangan kirinya Hitter. Itu cukup untuk membuat tangannya menjadi lemas sehingga dia tak bisa mengayunkan pedangnya.
”Ada yang ingin kutanyakan kepadamu. Kau ini..... sebenarnya apa?” Tanya Sindy.
Hitter menyarungkan kembali pedangnya lalu menjawab. “Jika kau ingin mengetahuinya, kau harus mengalahkanku terlebih dahulu. Itu juga, jika kau bisa.” Hitter mengangkat dagunya lalu menyeringai.
“Baiklah, jika itu maumu. Open the seal : Storm bullet.” Sisin  menembakkan beberapa peluru beraliran listrik, yang sangat cepat. Bahkan peluru ini dapat membakar sebuah pohon yang mengenainya. Seakan-akan peluru itu sebuah petir. Hitter tertawa melihat serangan itu. Lalu dia pasrah, tak melakukan perlawanan sedikitpun. Akibatnya, peluru itu mengenainya dan membuatnya tersetrum dan terkena stun selama 10 menit. Tubuhnya hangus, dan gosong. Hitterpun terjatuh tanpa berkata sedikitpun.
“Kurasa itu cukup....” Sisin berjalan pergi meninggalkan Hitter. Namun, tanpa Sisin sadari, Hitter sudah berada dibelakangnya, tanpa luka sedikitpun. “...(Apa?!)” Sisin langsung berbalik dan akan segera memukul Hitter menggunakkan pistolnya, namun Hitter memukul Sisin menggunakkan perisainya terlebih dahulu sehingga jatuh.
 “Sudah berakhir .....”
***
“Oh ya, tadi kalian membeli apa saja?” Lentera duduk di bawah pohon lalu membuka inventorinya. “Aku membeli beberapa ramuan, dan 20 anak panah.”
“Aku membeli beberapa ramuan dan beberapa bom. Oh ya, ada sebuah ramuan yang bisa membuat seseorang yang meminumnya menjadi bertambah kuat.” Zaki menghampiri Lentera lalu duduk disampingnya, dia membuka inventorinya lalu memamerkan ramuan dan bom miliknya.
“Coba kulihat.” Aku berjalan santai menghampiri mereka berdua yang sedang asik memamerkan barang-barang yang baru saja mereka beli. Namun, tiba-tiba tubuhku menjadi semakin berat.
Semakin kuberusaha menggerakkan tubuhku, semakin berat dan semakin sulit digerakkan. “Dimo, dibelakangmu!” Zaki menunjuk kearah belakangku, dia  nampak sangat panik. Sementara itu, Lentera sudah siap dengan busur dan anak panahnya. Nampaknya, kita menghadapi monster yang tak biasa.
“Memangnya monster macam apa yang ada dibelakangku?” aku berusaha menengok sekuat tenagaku. Sedikit demi sedikit, aku semakin bisa melihat bulu dari monster yang ada dibelakangku. Sebuah bulu dari monster yang tak asing. Seekor beruang raksasa. “A-apa yang dilakukan beruang disini?!” beruang macam apa yang bisa melakukan sihir seperti ini.
“Kurasa dia bukanlah beruang biasa.” Jelas Lentera. Zaki langsung mengambil sebuah item dari inventorinya. Sebuah item yang dia kira adalah sebuah bom. Dilihat dari tanggapanku dan Zaki, sepertinya beruang ini dapat membuat orang disekitarnya menjadi tertekan. Zaki melempar sebuah ramuan keberuang raksasa itu, sebuah ramuan berwarna hitam yang agak kental. Pantas saja dia salah mengira itu adalah bom.
“Zaki, apa yang barusaja kau lempar?”
Zaki mengecek inventorinya, melihat apakah ada ramuan yang hilang “Gawat, itu adalah ramuan pembaca pikiran.” Sepertinya beruang itu menjadi murka akibat ramuan yang baru saja Zaki lempar. Dia menarik kaki kananku lalu mengayunkan tubuhku sebelum akhirnya melemparku ke Lentera. Akibatnya, aku dan Lentera terjatuh dan menimpa satu sama lain. aku berusaha untuk bangun, tapi tubuhku masih terasa berat. Sepertinya, dia tak kuasa menahan berat tubuhku. Akibatnya, wajahnya memerah, matanya menatap wajahku dan matanya berbinar-binar.
“Ma-maafkan aku.... Le—”
Apa ini? Tunggu dulu, aku bisa membaca pikirannya! Sepertinya, aku terkena cipratan dari ramuan itu. Tunggu dulu, dia’kan.... Lentera itu....
“...(Di-Dimo.... di-dia terlalu dekat....)”
Beruang  itu menarik kembali kakiku dan melemparku kearah yang berbeda. Melemparku kearah yang cukup jauh. “Mereka.....” aku melihat dua orang sedang bertarung—selesai bertarung. Seorang Knight dan seorang Gunner. Tidak salah lagi, Gunner itu adalah Sindy. Menyadari kedatanganku, Hitter melihat kearahku dan membuat dia teralihkan dari Sindy. Sindy memanfaatkan momen itu dengan menendang Hitter.
Namun serangan itu disadarinya dan dapat dia tahan dengan perisainya. Lalu Sindy menendang salah satu kaki dari Hitter dan membuatnya terjatuh. Sindypun langsung bangun dan melompat menjauhi Hitter. Sindy lalu melihat kearahku yang terkapar jatuh di rerumputan, dia merasa agak bingung dengan situasi saat itu. Kau tahu, dia baru saja menghadapi seorang knight yang dapat menyembuhkan dirinya sendiri, dan tiba-tiba dia melihatku yang terlempar entah dari mana.
“Dimo!”
Zaki dan Lentera berlari menghampiriku. “Dia, Zakarya dan Lentera.” Zaki dan Lentera membantuku bangun, mereka tak menyadari keberadaan Sindy dan Hitter.
“Ka-kalian....” aku bangun, sedikit menyapa Sindy “Yo, ada apa? Apa kau tak bisa mengalahkannya?”
Sindy menarik nafasnya dalam-dalam lalu mengeluarkannya lewat mulut “Entah ini bug atau bukan, tapi Hpbar milik orang itu selalu penuh kembali. Padahal kekuatan penyembuhan hanya dimiliki oleh seorang Healer. Namun penampilannya nampak seperti seorang Knigt. Bukannya itu aneh?” dengan begini sudah jelas. Aku bisa menarik kesimpulan atas lawan dari Sindy. Kondisiku sama dengannya.
“Bagaimana jika kita menyerangnya bersama-sama?” Lentera mengangkat busurnya dan menarik anak panahnya. Mengarahkannya ke Hitter.
“Terdengar agak konyol, tapi bisa dicoba.”
Sindy mengganti amunisi dari pistolnya dengan amunisi yang baru, lalu dia ambil pistolnya yang lain, dan mengarahkan keduanya kearah Hitter. Zaki menarik pedangnya dari sarung pedang lalu mengambil perisainya yang tergantung di punggungnya. Mereka bertiga berjalan mendekati Hitter lalu mengucapkan mantra bersamaan “Open the seal.”
“Storm bullet.” Kata Sindy.
“Fire element : Fire Breath.” kata Zaki.
“Five Wind Arrow.” Kata Lentera.
Satu demi satu peluru beraliran listrik keluar dari kedua pistol milik Sindy, api keluar dari dalam mulut Zaki seperti seekor naga yang menyemburkan api, dan Lentera menembakkan lima anak panah yang sangat cepat dengan dorongan angin. Kelima anak panah itu semakin lama semakin berubah menjadi transparan dan semakin cepat seperti sebuah angin. Walau begitu, Hitter nampak sangat santai dan tak merasa terganggu sedikitpun. Dia melangkah satu langkah sambil mengucapkan sebuah mantra.
“Open the seal : Fire Bending”
Dari tubuhnya mulai keluar api, api itu terus membakar sekujur tubuhnya. Setelah api itu sepenuhnya melahap tubuhnya, dia mengarahkan perisainya ke depan. Api yang ada di sekujur tubuhnya perlahan mulai disalurkan keperisai miliknya. Perlahan-lahan, api tersebut melebur dengan perisai miliknya, membentuk sebuah perisai api yang sangat besar yang sanggup untuk menahan seluruh skill yang diarahkan kepadanya.
Peluru-peluru petir, kelima panah angin, dan nafas api milik Zaki tak sanggup untuk menandingi perisai api tersebut. Perisai api itu semakin besar semakin sering kau serang, seakan-akan perisai api itu menyerap energi dari semua serangan yang mengenainya. Setelah seluruh serangan berhasil dia hindari, dia menghentakkan kakinya ke tanah. Perisai api tersebut menyatu dengan tanah dan membentuk sebuah lantai api yang bundar. Lantai api itu membesar dan semakin membesar dengan sangat cepat sampai-sampai Sindy, Lentera dan Zaki tak sempat menghindarinya.
Setelah mereka menyentuh lantai api, lantai tersebut berubah menjadi tali api dan mengikat mereka bertiga. “Tenang saja, tali itu akan hilang dalam beberapa menit.” Hitter menengok kearahku lalu menunjukku, dia mengangkat dagunya lalu tersenyum “Hanya saja, aku tertarik untuk bertarung dengan orang sepertimu”
Aku tertawa mendengarnya. Tak kusangka akan ada orang barbar sepertinya didalam pertandingan seperti ini.
“Apa yang lucu, hah?” Hitter berteriak tidak terima melihat reaksiku. Nampak ekspresi kekesalan muncul dari wajahnya. Alisnya berkerut, matanya melotot, dan dia menggigit bibirnya karena kekesalannya.
“Ini lucu. Ternyata bukan hanya aku yang mengalami bug ini.” Hitter mulai merasa tak nyaman, ekspresi kesal miliknya yang baru saja dia keluarkan langsung berubah menjadi sebuah ekspresi kekhawatiran. Wajahnya mulai berkeringat dan matanya mulai melirik kesana kemari.
“A-apa maksudmu? Aku adalah seorang kni—”
“Tidak, kau adalah soerang Healer Knight.” Potongku. Sindy, Zaki dan Lentera terkejut mendengarnya. Bertanya-tanya apakah mungkin menggabungkan dua job.
“Kau juga, ya....?!”
Aku membuka inventori dan mengganti ogre swordku dengan pedang yang tadi kubeli di toko. Perlahan, aku menarik pedang baruku yang tersimpan rapat disarungnya, kilauan dari pantulan cahaya yang dihasilkan dari pedang baru sangatlah terang. Seakan-akan pedang itu menghasilkan cahayanya sendiri.  “Benar, aku adalah....” Aku mengambil pistol revolver berwarna perak seperti bulan yang tadi kubeli lalu menodongkannya kearah Hitter “....Sword and Gun Master.”
Hitter langsung menarik pedangnya lalu membuat sebuah kuda-kuda. Dengan perisainya didepan dan pedangnya yang sudah siap untuk membelah apa saja yang ada di dekatnya.
“Baiklah, ayo kita mulai.”
Aku berlari kearahnya lalu menyerang dengan pedangku. Namun berhasil ditangkis oleh perisainya, dia mendorong pedangku dengan perisainya lalu mengibaskan pedangnya. Aku langsung mengadu pedang itu dengan pedangku lalu, kedua logam itu berbenturan dan menciptakan sebuah percikan  kecil. Aku menembak perutnya dengan revolver lalu aku menepis pedangnya. Aku segera melompat dan akan mengeluarkan Moonlight Shard, namun dia melemparku denga perisainya yang sudah dilapisi api. Membuatku batal menggunakkan moonlight shard, dan harus menepisnya dengan pedangku. Setelah perisai itu berbenturan dengan pedangku, perisai itu kembali seperti sebuah bumerang. Dia lalu membuat lantai api yang sangat besar dibawahku “Gawat.”
Aku melempar pedangku kebawah lalu berdiri bertumpu diatas pedang. Aku melompat kedahan pohon lalu berayun dari pohon ke pohon keluar dari lantai api. Karena lantai api itu, pedang baruku terjebak di tengah-tengahnya. Dari atas pohon, aku bersembunyi diantara dedaunan, menunggu celah untuk mengambil pedangku kembali. Gawat, kurasa luka di tubuhnya sudah pulih kembali.
"Kemana perginya kepercayaan dirimu itu? Ayo serang aku, Ramdhan!" Sementara aku bersembunyi diantara pepohonan, Hitter menghampiri pedangku
“Kemana perginya kepercayaan dirimu itu? Ayo serang aku, Ramdhan!” Sementara aku bersembunyi diantara pepohonan, Hitter menghampiri pedangku. Dia menyarungkan kembali pedang miliknya lalu menarik pedang milikku yang tertancap ditanah. Dia menghilangkan lantai api lalu melempar pedangku “Ambil itu! Lawan aku layaknya seorang gamer!” Aku menuruni pohon lalu mengambil pedangku kembali, aku melangkahkan kakiku menuju kedepannya lalu aku menunjuk Hitter dengan pedangku.
Hitter menarik pedangnya lalu menunjukku balik. Aku berlari kekanan sementara Hitter berlari kekiri, dia melemparku dengan bola api yang besar, namun aku berhasil menghindarinya. Aku membalasnya dengan moonlight shard, namun dia juga berhasil menangkisnya dengan perisai. Aku berlari kearahnya lalu terus menyerangnya dengan tebasan pedangku. Aku menembaknya beberapa kali dengan revolver namun setiap peluru berhasil dia tepis dengan pedangnya.
Aku mengayunkan pedangku sekuat mungkin dan menggadunya dengan perisai miliknya, sementara dia sibuk menahan seranganku, aku menendang kaki kanannya, membuat dirinya kehilangan keseimbangan. Kupukul kepalanya dengan bagian tumpul pedangku lalu aku menebas perutnya. Namun, kurasa itu tidak cukup. Luka yang kuberikan kepadanya selalu pulih kembali, sementara semakin lama aku akan semakin lelah. Aku melompat mundur mendekati sebuah pohon.
“Sial (Ada apa ini? Kenapa manaku bisa terkuras secepat ini?)”
Hitter nampak tak kelelahan sedikitpun. Tak setetespun keringat menetes dari tubuhnya, tak sedikitpun nampak adanya rasa lelah di matanya. Yang ada hanyalah nafsunya yang membara untuk menang. Sementara aku yang mulai merasa lelah, padahal baru beberapa menit aku bertarung dengannya. Namun energiku sudah terkuras seperti ini. Dia tertawa lalu berlari kearahku, dengan perisainya didepan, dia berlari dan berniat untuk menabrakku dengan perisai apinya.
Seperti sebuah banteng yang menyerbu matador, namun, kau tahu, matador selalu berhasil menghindar dari banteng. Bagaimanapun situasinya.
Aku melihat ada sebuah dahan diatasku. Sebuah dahan yang jaraknya tak terlalu jauh dariku. Aku menyarungkan kembali pedangku lalu aku melihat kembali. Menghitung jarak antara aku dan Hitter, disaat jaraknya sudah cukup, aku melompat dan meraih dahan untuk menghindarinya. Hitter sempat mencoba untuk berhenti, namun berhasil aku gagalkan dengan menendangnya saat aku menuruni ranting. Aku berusaha untuk meninujunya, namun dia berhasil memukulku dengan perisainya. Aku membalasnya dengan menembak pundak kanannya. Saat dia akan mengayunkan pedangnya, aku menunduk lalu aku menendang kakinya.
Sejak awal, inilah saat-saat yang kutunggu-tunggu. Ramuan pembaca pikiran, bekerjalah!
Sebelum Hitter terjatuh, aku mengadu kepalaku dengan kepalanya sehingga aku bisa membaca pikirannya. “Sip....” Aku menarik pedangku lalu aku menebas pundak kiri miliknya. Akibatnya, aku berhasil membuat kedua tangannya melemas untuk sementara waktu sebelum dia pulih kembali. Aku berlari menjauh darinya, menyimpan pistolku ke inventori. Lalu aku memasuki sebuah hutan lebat yang penuh dengan pohon. Aku  melompat, meraih sebuah dahan pohon, memanjat menaikinya, dan bersembunyi dibalik daun-daun. Dia terus mencariku dengan menghancurkan pohon satu per satu, namun dia tak pernah menemukanku.
Meski dia membakar pohon sekalipun, dia tak bisa menemukanku. Aku terus menerus melompat dari satu pohon ke pohon lainnya, membuat sebuah rencana, menurut apa yang sudah dia pikirkan. Disaat dia merasa semuanya sudah diluar kendali, dia mulai melakukan penekanan melalui kata-kata “Ada apa? Apa sekarang kau sudah menjadi seekor ayam pengecut?” Dia berdiri ditengah-tengah hutan, merasa bahwa menghancurkan saja tidak cukup, dia mulai mengeluarkan skill pengendalian api miliknya, lalu membuat lantai api yang besar.
”Oh, jadi itu kata-kata terakhirmu?” ejekku.
“Kau mungkin bisa berkata seperti itu untuk saat ini, namun kau takkan bisa mengalahkan orang elit sepertiku.” Lantai api tersebut perlahan-lahan melahap pohon disekitarnya. Pohon yang terkena lantai api akan berubah menjadi abu dan hancur “Nah, sekarang apa yang akan dilakukan oleh orang biasa sepertimu untuk mengalahkan orang elit sepertiku.”
“Kau mungkin orang elit. Namun, orang elit sepertimu takkan mungkin bisa mengalahkan orang biasa sepertiku. (Dengan begini, rencanaku akan dimulai.)” setelah kubaca pikiran miliknya, aku menyadari bahwa skill penyembuh miliknya bisa menyerap energi dari player lain dalam radius beberapa meter. Itulah sebabnya skill penyembuhnya tak kunjung habis. Sebelum pohon dimana aku bersembunyi berubah menjadi abu sepenuhnya, aku pergi melompat dari satu pohon ke pohon lainnya untuk menjauh dari Hitter.
Namun, suaraku terdengar olehnya. Hitter menyarungkan kembali pedangnya lalu menaruh tangan kirinyanya di tanah, dia menarik lantai api dan mengubahnya menjadi tombak. Dia mulai berlari mendekati sumber dari suaraku. Walau begitu, meski Hitter mengejarku, aku harus tetap fokus mencari lokasi yang cocok dan tak terlalu jauh untuk mengeksekusi rencanaku.
“Ketemu....” disaat aku sudah menemukan lokasi yang cocok, ada sebuah tombak api yang melesat disebelahku—hampir mengenaiku, namun meleset. Aku menutup tabel teleportasi lalu menengok kebelakang. Tak salah lagi, tombak api itu berasal dari Hitter. Dia berlari tepat dibelakangku (dibawah, karena aku sedang melompat dari pohon ke pohon lainnya.) dari tangan kirinya terus menerus keluar tombak api yang terus menerus dilemparkannya kearahku. Namun aku harus tetap fokus, aku melompat setinggi mungkin untuk melihat apakah ada pohon yang cukup tinggi disekitarku. Aku beruntung. Aku menemukan sebuah pohon yang cukup tinggi—lebih tinggi dari pohon disekitarnya. Namun, tiba-tiba kaki kiriku terkena tombak api. Membuatku yang sedang melompat terjatuh.
“Gawat.... Tapi....”
Dengan kakiku yang terluka, aku menarik pedangku lalu menggunakkannya untuk membantuku berdiri. Hitter menarik pedangnya lalu menyatukannya dengan api, menciptakan sebuah pedang api yang dapat membakar apapun yang dipotongnya. Dia mengayunkan pedangnya kearahku, namun pedang api yang sangat panas itu berhasil ditahan dengan pedangku.
Walau aku harus menggunakkan kedua tanganku untuk menahan pedang api itu. Dia memukulku dengan perisainya, dan aku langsung membalasnya dengan menendang perutnya dengan kaki kananku. Membuatnya sedikit mundur akibat daya dorong dari kakiku. Untuk membuatku tak harus menahan pedangnya dengan kedua tanganku, aku menggunakkan moonlight shard untuk memperkuat pedangku. Menciptakan sebuah moonlight sword. Walau begitu, saat tidak dilemparkan, moonlight shard mempunyai durasi pemakaian selama 15 detik sehingga aku tak bisa terus menerus menahannya. Dengan waktu yang terbatas itu, aku terus menerus menahan serangannya.
Mengadu cahaya bulan berwarna perak yang sangat terang ini dengan api berwarna merah yang membara. Pada akhirnya, aku tak bisa terus menerus begini. Pada saat detik detik terakhir dari skill moonlight shard, aku mengayunkan pedangku ke tanah sehingga membuat debu berwarna coklat yang ada di tanah tersebar ke segala arah. Aku memanfaatkan momen itu untuk bersembunyi di pohon yang paling tinggi di sekitar yang kutemukan tadi dan menunggu saat yang tepat.
Aku memanjat pohon itu keatas dahan ranting yang paling tinggi untuk memudahkanku untuk menggunakkan sniper yang diam-diam kubeli di toko. Aku membuka tabel inventori lalu meraih sniper. Aku membuka penutup dari scoope sniperku. Dengan sniperku itu, aku bisa dengan mudah memantau Hitter. Skill penyembuhan milik Hitter bukanlah skill yang pasif. Sehingga dia dapat mengaktifkan dan menonaktifkan sesuka hatinya. Skill itu akan menghisap mana dari player disekitarnya, namun disaat tidak ada player lain disekitarnya, skill itu akan menghisap mana miliknya sendiri. Menurut perhitunganku jarak pohon dimana aku bersembunyi cukup jauh dari lokasi Hitter berada. Itu akan membuatnya harus menonaktifkan skill penyembuh miliknya. Ditengah-tengah asap, aku bisa melihat cahaya berwarna merah yang dipancarkan dari pedang miliknya, ini tentu menguntungkan bagiku. Cahaya berwarna merah yang tercampur dengan warna coklat dari asap debu. Walau dari jarak yang cukup jauh, aku bisa melihatnya dengan jelas. Keuntungan ini membuatku bisa melihat arah kemana dia bergerak. Saat asap yang menyelibungi area dimana Hitter berada mulai menghilang, dia pasti akan menyadari bahwa aku sudah menghilang.
Namun, rencanaku sudah dimulai. Aku sudah menhafal kordinat dari lokasi itu, sehingga memudahkanku untuk mengeksekusi rencana. Disaat asap sudah menghilang sepenuhnya, sudah tentu dia akan langsung mencariku. Disaat itulah, dia akan melihat  sebagian depan dari sepatuku yang sudah kulepas sesaat sebelum aku berlari kepohon. Aku menaruhnya di samping belakang dari pohon yang arahnya berlawanan dengan Hitter, namun aku sengaja membuatnya agak maju sehingga bisa dilihat olehnya. Sesuai rencana, Hitter melihat sepatuku dan menghampirinya. Yang tinggal kulakukan hanya menunggu.
Saat Hitter sudah sampai didepan pohon dimana aku menaruh sepatuku dibagian belakangnya, aku langsung menembakkan peluru sniperku. Suara dari sniper menggelegar, pelatuk yang kutarik membuat sniper mendorong sebuah peluru keluar dari mulutya. Peluru itu melesat dengan cepat, seakan-akan peluru itu membaur dengan angin. Aku mengkokang kembali sniper itu lalu menyimpannya ke inventori dan menarik pedangku keluar dari sarungnya. Namun, tentu saja Hitter dapat mendengar suara saat sniper ini menembakkan peluru.
”Gawat!”
Dia langsung berbalik dan menepis peluru yang kutembakkan dengan perisainya. Tetapi, saat itu tiba, dia sudah terjebak. Sejak awal, Hitter adalah seekor ngengat yang terjebak dijaring laba-laba. Tak mampu melepaskan dirinya dari jeratan jaring laba-laba, hanya bisa menunggu ajalnya. Aku berteleportasi kekordinat yang sudah kuhafal, yaitu lokasi didepan pohon itu, atau bisa dibilang, dibelakang Hitter.
“Dia....” Hitter sempat akan mengaktifkan skill penyembuhan miliknya, namun itu sudah terlambat. Dibelakangnya ada aku yang berdiri tegak dengan tangan menjulang keatas yang menggengam pedang yang bercahaya berwarna perak seperti cahaya bulan.
“Skakmat!” Dengan pedangku yang sudah digabungkan dengan skill super moonlight shard, aku menebas punggung Hitter dengan lebar.
68747470733a2f2f73332e616d617a6f6e617773
”Bersinarlah, Super Moonlight Sword Slash!”
Pedang dengan cahaya berwarna perak terang yang cahayanya indah itu menebas punggung Hitter. Serangan itu sangat berdampak besar, salah satunya adalah membuat Hitter terkena stun selama beberapa menit. “Aku, kalah?” Hitter terjatuh ke tanah dengan rumputnya yang dikit dan tipis. Pedang apinya yang membara perlahan mulai meredup dan kembali menjadi pedang biasa. “Pertarungan ini, sudah selesai....” aku menonaktifkan skill super moonlight sword, lalu menyarungkannya kembali.
“Tak kusangka, aku akan kalah dari orang sepertimu.”
Hitter tertawa lega, dengan tubuhnya yang terlentang ditanah, tampak lemas dan tak mampu bergerak sedikitpun akibat stun. Aku berjalan menghampiri pohon, lalu duduk bersandar. Dibawah naungan pohon yang asri dan sejuk
“Tapi, bukan aku yang akan mengakhirimu, tapi dia.” Aku menunjuk kearah sebuah pohon. Dari balik pohon, keluarlah seorang perempuan berambut panjang yang kukenal.
“A-aku?”
Sindy menunjuk dirinya sesaat keluar dari balik pohon. “Ya, karena dari awal ini adalah pertarunganmu.” Aku yang sedang terduduk santai menikmati sejuknya angin dan teduhnya pohon menunjuk ke Hitter yang sedang terlentang lemas dan Sindy yang berjalan menuju ke kami berdua. Sindypun membuka inventori dan mengambil pistolnya. Lalu dia kokang pistol itu dan langsung menarik pelatuk dari pistol tersebut, membuatnya mendapatkan final attack dan secara resmi menjadi orang yang telah mengalahkan Hitter. Tubuh Hitter yang sudah tertembak, mulai bercahaya lalu berubah menjadi butiran-butiran cahaya yang terbang terbawa angin. Tak lama setelah itu, Zaki dan Lentera berlari keluar dari dalam hutan menghampiri kami berdua.
“Dimana Hitter? Apa dia sudah kalah?” Zaki menaruh kembali perisainya ke punggungnya lalu menyarungkan kembali pedangnya sementara Lentera yang sudah siap dengan busur dan anak panahnya menyimpan kembali anak panahnya dan menaruh busurnya ke inventorinya.
“Ya, Sindy sudah mengalahkannya.” Aku kembali berdiri lalu membersihkan bagian belakang celanaku dengan menepuk-nepuknya. Sindy menyimpan kembali pistolnya kedalam inventorinya
“Ti-tidak, sebenarnya—”
“Yak, sekarang tinggal kita berempat.” Potongku. Zaki menghampiriku lalu menepuk-nepuk punggungku, dia mulai tertawa dan mengeluarkan ekspresi menyebalkan yang biasa dia keluarkan disaat-saat seperti ini.
“Kau ini, dari dulu tak pernah berubah.” Bahkan yang dia katakan terkadang membuatku kesal. Dia mulai mengeluarkan sebuah senyuman sok akrabnya dan mulai memejamkan matanya “Kau tahu, aku dan Dimo sudah lama kenal. Dia  it—” Aku melihat ada sebuah robot pengawas (robot yang kerjanya seperti sebuah cctv, namun dia akan berkeliling area.) disaat robot itu melirik kearah kami, aku melihat kearah kamera dan langsung mengangkat tangan kananku tinggi-tinggi.
“Aku menyerah...!”
 Seketika, mulut Zaki yang awalnya terbuka lebar langsung tertutup sekejap. Senyum dan matanya yang tertutup langsung terhapuskan, yang ada hanya tatapan kosongnya setelah mendengar penyataanku. Sindy dan Lentera yang tatapannya terfokus ke Zaki langsung menengok kearahku dan menatapku kebingungan.
“A-apa maksudmu, Dimo? Bukankah kita hanya butuh selangkah lagi menuju kemenangan.” Zaki langsung memegang kedua pundakku lalu mengguncang-guncangkan tubuhku. Semakin lama, dia semakin kencang mengguncangkan tubuhku sehingga membuatku mulai pusing.
“Dengarkan penjelasanku dulu!” Aku melepaskan tangan Zaki yang mengguncang-guncangkan tubuhku karena aku mulai merasa pusing.  “Aku punya alasan yang kuat untuk ini.... kau tahu, aku tak mungkin bisa melawan seorang cewek yang sedang berusaha mengumpulkan dana untuk biaya oprasi neneknya. Ya,’kan? Lentera? Atau boleh kupanggil Leila?” Setelah mendengarnya, pipinya langsung memerah padam, dan matanya yang berwarna oranye seperti buah jeruk itu langsung berbinar. Zaki dan Sindy lagi-lagi dibuat terkejut, terlihat dari reaksi mereka yang langsung menengok Leila.
“Se-sejak kapan kau tahu?” Leila sedikit mengeluarkan senyum kecutnya.
“Kalau itu, saat Zaki melempar ramuan pembaca pikiran, kau tahu, aku terkena sedikit cipratan dari ramuan itu, dan beruang itu melemparku... kau tahu, sejak itu.” Leila berbalik, nampak seperti mengusap wajahnya, aku hanya bisa melihatnya dari belakang.
Efek dari ramuan pembaca pikiran juga sudah habis sehingga aku tak tahu apa yang dia pikirkan. Leila sedikit menengok dari belakang, pipinya masih memerah, dan matanya masih terlihat berbinar “A-apa kau benar-benar akan menyerah dan keluar dari pertandingan?” Aku kembali menghampiri pohon tadi, lalu kembali duduk bersantai. Aku menaruh kedua tanganku kebelakang kepala lalu bersender diatasnya, aku menutup mataku dan menikmati angin yang berhembus dari atmosfir yang sejuk ini.
“Tentu saja, kenapa tidak?”
“Kalau begitu....” Zaki menghampiriku lalu duduk disebelah kananku. Sebelum dia bersandar ke pohon, dia mengambil perisainya yang terpasang di punggungnya lalu menaruh benda logam itu disebelahnya “...aku juga menyerah.”
Sindy tersenyum lalu menghampiriku “Aku juga.” Dia duduk disebelah kananku bersender kepohon berwarna coklat dengan daun-daunnya yang berwarna hijau yang menjulang keatas. Leila yang awalnya menengok kembali membelakangi kami bertiga. Dia mengusap matanya lalu berbalik kearah kami bertiga dengan senyum tulusnya.
“Te-terima kasih.”
Tubuh kami mulai bercahaya, dan kami mulai melihat cahaya-cahaya. Tak ada hal lain yang bisa kulihat selain cahaya-cahaya itu.
***
Aku membuka mataku melihat Zaki, Sindy, dan Leila yang berdiri didepanku, memastikan apakah aku sudah terbangun atau tidak. Seluruh lampu sorot langsung menyorot ke Leila, semua cahaya itu berkumpul disatu posisi. Konfeti digunakkan, dan kertas berwarna-warni mulai keluar menghiasi ruangan. Semua peserta mulai bertepuk tangan atas kemenangan Leila.  Tak lama kemudian, salah satu lampu sorot berpindah menyoroti seseorang yang berjalan melewati kerumunan peserta.
“Selamat atas kemenangannya, Leila Fitriyani.”
Sementara Indra menyambut kemenangan Leila, aku hanya berdiri bersender disudut ruangan—ditembok. Kurasa, aku bukanlah orang yang cocok untuk berbaur dengan mereka.
Tak lama kemudian, seseorang datang menghampiriku. Seorang laki-laki tinggi berambut pendek dengan kacamatanya yang menonjol. Jaket berwarna coklatnya dan celana jeans berwarna hitam membuat dirinya tak terlalu menonjol. Dia membawa satu minuman soda (minuman kaleng) di tangan kanannya. Dia menghampiriku lalu berdiri disebelahku, dia menengokku untuk memastikan sesuatu lalu bersandar ditembok.
“Pertarungan yang bagus, kau adalah pemain yang hebat.” Dia berhenti bersandar lalu mengulurkan tangannya, berniat untuk berjabat tangan denganku. Aku tanpa pikir panjang langsung membalas jabat tangan itu “Namaku adalah Adi Rahmawadi, atau Hitter. Oh iya, maafkan kelancanganku saat didalam game, aku benar-benar minta maaf. Sebenarnya, aku tak bersungguh-sungguh berkata seperti itu, tujuan sebenarnya adalah untuk membuat lawanku tak segan saat melawanku.”
Aku tertawa “Apa kau benar-benar Hitter? Ternyata kau tak seburuk dugaanku.” Adi tertawa balik lalu meminum sodanya
“Ya, aku sudah biasa diperlakukan seperti ini. Tapi rasanya, kali ini aku salah pilih lawan.”
“Tidak, kurasa kau tidak salah. Aku bahkan dibuat repot karena kekuatan penyembuhmu itu.”
Tak lama kemudian, Zaki datang menghampiri kami berdua. Dia membawa sebuah makanan ringan (keripik kentang, mungkin?) bersamanya. Dia melihat bahwa ada seseorang yang tidak dia kenal bersamaku. Diapun menghampiriku dengan tatapan anehnya terhadap Adi. Dia berbisik kepadaku menanyakan siapa orang yang ada disebelahku. Aku menjelaskan kepada Zaki bahwa orang yang ada disebelahku adalah Adi atau Hitter. Zakipun langsung menghampiri Adi lalu berjabat tangan dengannya “Perkenalkan, aku Zaki. Kau tahu, knight yang kau lawan tadi.” Adi tertawa terbahak-bahak lalu menghabiskan colanya.
Pada akhirnya, Zaki dan Adi mengobrol bersama dan nampaknya mereka melupakan keberadaanku. Dari speaker yang terpasang di plafon ruangan, mulai keluar sebuah suara berbunyi ‘Ding’ selama tiga kali lalu ada suara seorang Dinda “Perhatian, pembagian hadiah yang dipersembahkan oleh Bum Corp. akan segera dimulai.” Seluruh perhatian langsung berpusat kepada Pak Bum, Indra dan Dinda. Membuat hawa keberadaanku semakin menipis. Zaki dan Adi yang sudah melupakan keberadaanku langsung pergi menuju kekerumunan peserta yang sedang menyaksikan pembagian hadiah tanpa menyadari kehadiranku sedikitpun.
Sementara mereka yang sedang sibuk, kurasa aku akan pergi. Lagi pula, kurasa aku sudah tidak dibutuhkan lagi disini. Aku menaruh tanda pengenalku di kotak pengembalian lalu keluar dari gedung Bum Corp. Nampak tak ada yang menyadari kepergianku. Namun, Leila yang sedang diberi hadiah utama sepertinya melihatku pergi melintas keluar dari ruangan turnamen.

~BERSAMBUNG~

No comments:

Post a Comment